DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 5 Agustus 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 682/PJ.53/2004 TENTANG PERMOHONAN PEMBEBASAN PPN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 11 Mei 2004 hal sebagaimana tersebut di atas, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dan lampirannya dikemukakan bahwa : a. Departemen Sosial RI (Depsos) melakukan perjanjian kerjasama dengan PT. ABC untuk melaksanakan Program Penanganan Fakir Miskin melalui Motorisasi Sarana Penunjang Produksi (SAPORDI) Usaha Industri Rumah Tangga Bidang Konveksi. b. Depsos pada Bagian Proyek Bantuan Sosial Fakir Miskin akan mengadakan barang berupa mesin jahit kecepatan tinggi merk XXX melalui PT. ABC, yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin di 10 (sepuluh) Propinsi. c. Berdasarkan butir 4 Surat Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan Nomor XXX tanggal 22 April 2004 tentang Tanggapan atas Permohonan Pembebasan Bea Masuk Mesin Jahit dan Motor Dinamo Untuk Program Departemen Sosial RI, ditegaskan bahwa agar Depsos mengupayakan pencantuman identitas Depsos pada identitas penerima/pemilik barang dalam dokumen impor, sehingga dalam dokumen impor tercantum "PT. ABC qq Depsos" selaku penerima/pemilik barang. d. Berkaitan dengan hal-hal tersebut, Saudara mohon pertimbangan untuk dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan program tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur : a. Pasal 1 angka 19, bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantum dalam Faktur Pajak. b. Pasal 1 angka 20, bahwa Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini. c. Pasal 4 huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. d. Pasal 4 huruf b, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang Kena Pajak. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran Dan Pelaporannya, antara lain mengatur : a. Pasal 2 ayat (1), bahwa Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. b. Pasal 2 ayat (2), bahwa Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang. 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/1990 tentang Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk Kegiatan Usaha di Bidang Impor atas Dasar Inden, antara lain mengatur : a. Pasal 1, bahwa Impor atas dasar inden adalah suatu kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Importir untuk dan atas nama pemesan (Indentor) berdasarkan perjanjian pemasukan barang impor antara Importir dengan Indentor, yang segala pembiayaan impor antara lain pembukaan L/C, bea, pajak maupun biaya yang berhubungan dengan impor sepenuhnya menjadi beban Indentor dan sebagai balas jasa Importir memperoleh komisi ("handling fee") dari Indentor. b. Pasal 2 : 1) ayat (1), bahwa Importir yang melakukan impor atas dasar inden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, diwajibkan mencantumkan tambahan penjelasan (q.q.) nama, alamat, dan NPWP Indentor pada setiap lembar Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) dan Surat Setoran Pajak (SSP). 2) ayat (2), bahwa Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kantor Pos Lalu Bea tempat pemasukan PIUD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membubuhkan cap "IMPOR ATAS DASAR INDEN" pada setiap lembar PIUD yang bersangkutan. c. Pasal 3, bahwa Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), untuk dan atas nama Indentor wajib melunasi Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. d. Pasal 4 ayat (2), bahwa Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dilunasi oleh Importir yang melakukan impor atas dasar inden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan atau Pajak Keluaran yang terutang oleh Indentor yang bersangkutan dengan bukti PIUD dan SSP yang telah dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut: a. Atas impor mesin jahit merk XXX yang dilakukan oleh PT. ABC (Importir) untuk dan atas nama Depsos (indentor) terutang PPN dan PPn BM serta sepenuhnya menjadi beban Depsos (indentor). b. PT. ABC wajib mencantumkan tambahan penjelasan (qq) nama, alamat dan NPWP Depsos (PT ABC qq Depsos) pada setiap lembar PIB/PIUD dan SSP. c. PPN dan PPn BM yang terutang atas impor mesin jahit sebagaimana dimaksud dalam huruf a, disetorkan oleh PT. ABC. d. Dalam hal Depsos memanfaatkan jasa impor atas dasar inden dari PT. ABC, maka atas pemanfaatan jasa tersebut terutang PPN dengan DPP sebesar nilai penggantian yaitu sebesar komisi (handling fee) dan Depsos selaku Pemungut PPN wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPn BM yang terutang. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL Pjs. DIREKTUR PPN DAN PTLL ttd ERWIN SILITONGA