DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 26 Juli 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 669/PJ.53/2005 TENTANG PERLAKUAN PPN DAN PPn BM ATAS PENYERAHAN APARTEMEN MEWAH DALAM RANGKA PENYELESAIAN UTANG-PIUTANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 21 September 2004 hal Perlakuan PPN dan PPn BM atas Objek Apartemen Mewah sebagai Pelaksanaan Skema Penyelesaian Utang-Piutang, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa: a. ABC merupakan suatu kerjasama operasi yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi. b. Dalam salah satu proyek yang dijalankan oleh ABC, pemilik proyek (PT "A") menawarkan penyelesaian utang-piutangnya dengan ABC dengan penyerahan apartemen dari perusahaan afiliasinya (PT "B") yang merupakan perusahaan pengembang yang melakukan usaha jual- beli apartemen. c. Terkait dengan tawaran ini, ABC mengalami masalah karena berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku ABC secara hukum tidak dapat memiliki hak atas apartemen, karena ABC bukan perseroan atau badan hukum melainkan hanya kerjasama operasi sehingga tidak mungkin melakukan jual-beli maupun balik nama atas apartemen tersebut. Karenanya, manajemen ABC memutuskan untuk mengalihkan hak tersebut langsung kepada pembeli yang berminat (PT "C") dan menerima uang hasil penjualan. d. Saudara bertanya: d.1. Apabila berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku ABC bukan sebagai subjek yang dapat menerima penyerahan apartemen dengan cara jual-beli ataupun balik nama, apakah penyerahan apartemen tersebut dapat dilakukan secara langsung oleh PT "B" kepada PT "C", dan ABC menerima hasil penjualan (setelah dikurangi pajak-pajak, dan pajak-pajak ini menjadi tanggungan ABC) untuk penyelesaian utang-piutang antara ABC dengan PT "A"? d.2. Apakah PPN dan PPn BM-nya atas penyerahan apartemen tersebut dikenakan 2 kali : PT "B" memungut PPN dan PPn BM atas penyerahan apartemen kepada PT "C", dan PT "B" juga mengenakan PPN dan PPn BM kepada ABC, sehingga ABC harus menanggung PPN dan PPn BM yang terutang sebanyak 2 kali? d.3. Untuk tujuan pengenaan PPN dan PPn BM, apabila nilai jual pasar BKP tersebut lebih rendah daripada nilai penyelesaian dalam perjanjian, apakah Wajib Pajak dapat mengajukan keringanan atas pengenaan PPN dan PPn BM yang dilaporkan dengan DPP yang lebih besar daripada nilai jual yang sebenarnya? 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur: a. Pasal 1 angka 2, angka 3, dan angka 4 menyatakan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini. b. Pasal 1 angka 13 menyatakan bahwa badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. c. Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. d. Pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. e. Pasal 1 angka 18 menyatakan bahwa Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. f. Pasal 1 angka 19 menyatakan bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. g. Pasal 1A ayat (1) huruf a menyatakan bahwa penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak. Penjelasan Pasal tersebut menyatakan bahwa perjanjian yang dimaksudkan dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang. h. Pasal 1A ayat (2) huruf b menyatakan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak. i. Pasal 4 huruf a menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Penjelasan Pasal tersebut antara lain menyatakan bahwa penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: - barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak; - barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud; - penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan - penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. j. Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa di samping pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikenakan juga Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap: - penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; - impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah. k. Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor. l. Pasal 16D menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. Penjelasan Pasal tersebut menyatakan bahwa Penyerahan mesin, bangunan, peralatan, perabotan atau aktiva lain yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, dikenakan pajak sepanjang memenuhi persyaratan, yaitu bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya, sesuai ketentuan Undang- undang ini, dapat dikreditkan. Dengan demikian, penyerahan aktiva tersebut tidak dikenakan pajak apabila Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada waktu perolehannya tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali jika tidak dapat dikreditkannya Pajak Pertambahan Nilai tersebut karena bukti pengkreditannya tidak memenuhi persyaratan administratif, misalnya faktur Pajaknya tidak diisi lengkap sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5). 3. Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002, antara lain mengatur: a. Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa dalam rangka pengukuhan Pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak, termasuk dalam pengertian bentuk badan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 Undang-undang PPN adalah bentuk kerjasama operasi. b. Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung Pajak yang terutang. c. Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dikenakan atas penyerahan atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut. d. Pasal 4 ayat (3) menyatakan bahwa atas penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah atau oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah, Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dikenakan atas perolehan atau atas impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah tersebut. 4. Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan Nomor 39/KMK.03/2003 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 570/KMK.04/2000 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, menetapkan apartemen dengan luas bangunan 150 m2 atau lebih atau dengan harga jual bangunannya Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) atau lebih per m2 tidak termasuk nilai tanahnya sebagai Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang atas penyerahannya dan impornya dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen). 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa: a. Sesuai ketentuan pada butir 3 huruf a, kerjasama operasi termasuk dalam pengertian bentuk badan lainnya yang harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sehingga ABC wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. b. Penyerahan Jasa Kena Pajak oleh ABC kepada PT "A" merupakan penyerahan yang terutang PPN sebesar 10% dari Penggantian. c. Penyerahan hak atas apartemen kepada ABC: - Dalam hal dilakukan oleh PT "B", maka penyerahan tersebut termasuk dalam Pengertian penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang PPN sebesar 10% dari Harga Jual Apartemen, dan sepanjang PT "B" merupakan Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah maka atas penyerahan tersebut juga terutang PPn BM; - Dalam hal apartemen tersebut terlebih dahulu diserahkan oleh PT "B" kepada PT "A", maka penyerahan tersebut termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang PPN sebesar 10% dari Harga Jual apartemen, dan sepanjang PT "B" merupakan Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah maka atas penyerahan tersebut juga terutang PPn BM. Selanjutnya, atas penyerahan hak atas apartemen dari PT "A" kepada ABC perlakuan PPN-nya mengacu pada ketentuan pada butir 2 huruf k di atas, dan tidak lagi dikenakan PPn BM. d. Karena apartemen tersebut telah diserahkan kepada ABC sesuai kondisi pada huruf c di atas, maka penyerahan berikutnya atas apartemen tersebut kepada pembeli apartemen (PT "C") adalah penyerahan yang dilakukan oleh ABC yang perlakuan PPN-nya juga mengacu pada ketentuan pada butir 2 huruf k di atas, dan tidak lagi dikenakan PPn BM. e. Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk tujuan pengenaan PPN dan atau PPn BM atas penyerahan apartemen kepada ABC adalah sebesar Harga Jual apartemen yang diserahkan kepada ABC atau kepada pembeli, dan bukan nilai penyelesaian dalam perjanjian yang disepakati oleh PT "A" dan ABC. f. Dalam hal harga jual apartemen tersebut ternyata lebih rendah daripada nilai penyelesaian dalam perjanjian, tidak perlu diajukan permohonan keringanan untuk pengenaan PPN, karena yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah harga jual pada saat penyerahan BKP tersebut dilakukan. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PPN DAN PTLL, ttd. A. SJARIFUDDIN ALSAH