DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 9 Pebruari 2000 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 55/PJ.331/2000 TENTANG PERMOHONAN PEMBEBASAN BPHTB TANAH JALAN A NO.X SEMARANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara kepada Ketua BPSP Nomor : 524/SK/WA/XII/99 tanggal 24 Desember 1999 perihal tersebut pada pokok surat, yang tembusannya antara lain disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa : a. Pada tanggal 28 Mei 1998 telah dilaksanakan serah terima ruilslag tanah dan bangunan yang berlokasi di Jl. A No.X Semarang dari pihak Polri kepada PT XYZ Berita Acara No. Pol : BA/99/V/1998/Ditlog. b. Pada tanggal 29 Mei 1999 tanah dan bangunan tersebut baru diserahterimakan dari pihak Polri kepada PT XYZ dengan Akta Notaris. c. Pada tanggal 17 Desember 1999 PT XYZ membayar BPHTB sebesar Rp. 25.000.000,00. d. Pada tanggal 20 Desember 1999 PT XYZ menerima Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) sebesar RP 439.573.700,00 dari KPPBB Semarang. e. PT XYZ mohon tidak dikenakan BPHTB. 2. Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB) diatur bahwa yang menjadi objek adalah perolehan hak atas tanah atau bangunan. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) diatur bahwa perolehan hak atas tanah atau bangunan sebagai dimaksud pada ayat (1) antara lain tukar menukar. Dalam ayat (3) diatur bahwa hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan. 3. Dalam Pasal 9 ayat (1) UU PBHTB diatur bahwa saat yang menentukan pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan antara lain untuk tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta. Selanjutnya dalam ayat (2) diatur bahwa pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 4. Dalam Pasal 11 ayat (1) UU PBHTB diatur bahwa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar. 5. Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a UU BPHTB diatur bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak antara lain atas suatu Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB). Selanjutnya dalam ayat (2) dan ayat (3) antara lain diatur bahwa : a. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas. b. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB). 6. Dalam Pasal 18 ayat (1) UU BPHTB diatur bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 7. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Saat terutangnya BPHTB atas tukar menukar (ruilslag) tanah dan bangunan dimaksud adalah pada saat dibuat dan ditandatanganinya akta yaitu tanggal 29 Mei 1999. b. Mengingat kepada Saudara telah diterbitkan SKBKB, maka Saudara dapat mengajukan keberatan atas SKBKB tersebut kepada Kepala KPPBB Semarang. c. Permohonan banding kepada BPSP hanya dapat diajukan terhadap Keputusan Keberatan. Demikian untuk diketahui. DIREKTUR JENDERAL ttd MACHFUD SIDIK