DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 8 Desember 1986 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 54/PJ.3/1986 TENTANG LAPORAN BULANAN PPN (SERI PPN-91) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, 1. Dalam surat edaran nomor 27/PJ.12/1986 tanggal 22 Mei 1986 Perihal : Bentuk, Jenis, Kode Formulir Laporan KIP di bidang PL, PTL, P3, dan PDIP telah ditetapkan bentuk laporan bulanan, termasuk untuk PPN yang ditetapkan dalam bentuk laporan KPL PTL, 1 s/d KPL PTL. 10. Pada penelitian yang dilakukan dibeberapa Inspeksi Pajak ternyata penyusunan laporan tersebut, khususnya pengisian KPL.PTL 2 dan KPL.PTL. 3 berbeda dengan petunjuk yang telah diberikan dan hal ini tercermin pula pada hasil kompilasi laporan tersebut diatas. Hasil kompilasi laporan KPL PTL.1 dan KPL PTL. 2 untuk bulan Juli 1986 menunjukkan angka-angka sebagai berikut : Pemborong Importir Pabrikan Lain-lain Jumlah -------------------------------------------------------------------- a. Jumlah PKP 43.191 1.921 18.443 4.526 68.081 b. Jumlah SPT Masa diterima 4.216 1.021 5.565 10.587 21.834 - % (b : a) 9% 53% 30% 233% 32% Angka prosentase pada sektor lain-lain sebesar lebih dari 100%, disebabkan karena jumlah PKP (4.526) yang diambil dari KPL PTL.1 jauh lebih kecil jumlah SPT pada sektor lain-lain yang diambil dari KPL PTL.2. Pada beberapa Inspeksi Pajak PKP "Pemborong" tidak dicatat dalam kode 511 (Bangunan Gedung) umum dicatat dalam lain-lain. 2. Untuk selanjutnya supaya dimungkinkan perbandingan yang lebih tepat untuk dapat mengetahui tingkat kepatuhan PKP per-Sektor, maka perlu ada persamaan antara kode jenis usaha pada KPL PTL.2 dengan KPL PTL.1. Untuk keperluan ini diberikan petunjuk sebagai berikut : 2.1. Bentuk KPL PTL.1 perlu dirobah dan disesuaikan dengan KPL PTL.2, dengan perkataan lain jenis PKP pada KPL PTL.1 harus diperinci per-jenis usaha sesuai dengan jenis usaha yang ada pada KPL PTL.2. Hal ini dapat dilakukan kalau pada formulir KP PPN 12G (Kartu Identitas PKP pada butir 8) dicantumkan jenis usaha dan kode jenis usahanya (KLU). Selain pada KP PPN 12G, juga pada KP PPN 12A dan KP PPN 12F agar dicantumkan kode uraian dan jenis usaha. 2.2. Sebagai akibat perubahan dan penyesuaian kode jenis usaha tersebut pada butir 2.1. maka pada pengisian Register Harian penerimaan SPT Masa PPN (KP PPN 12H) lajur kelompok PKP (lajur 4 s/d 7) tidak perlu diisi. Sebagai gantinya pada lajur 8 (keterangan) supaya dicantumkan Nomor kode jenis usaha sesuai dengan kode jenis usaha yang tercantum dalam KP PPN 12G (lihat butir 2.1.). Cara pengisian tersebut diatas adalah untuk sementara selama bentuk formulir KP PPN 12H belum diganti. Pada formulir. Pada formulir KP PPN 12H yang baru nanti, lajur 4 s/d 7 (kelompok PKP) akan dihapus dan diganti dengan nomor kode jenis usaha (KLU). (Lihat contoh formulir pada Lampiran 1). 3. Sebagaimana dikemukakan pada butir 1 diatas, tidak semua PKP Pabrikan dapat ditampung dalam kode jenis usaha yang terdapat dalam formulir KPL PTL.2 dan karenanya PKP Pabrikan ini dicatat dalam "PKP lain-lain", padahal kode "lain-lain" (Nomor urut 20) pada KPL PTL.2. hanya dimaksudkan untuk mencatat PKP diluar Pabrikan, Importir dan Pemborong, yaitu PKP seperti Agen Utama/Penyalur Utama, PMPKP dan sebagainya. Untuk mengatasi hal ini maka perlu diadakan perubahan sebagai berikut : a. Kode jenis usaha yang tidak tercantum dalam KPL PTL.2 dimasukkan dalam kode jenis Usaha yang berdekatan dengan kode Jenis Usaha yang ada dalam KPL.PTL.2. Sebagai contoh kode 312 yang tidak ada dalam KPL. PTL.2 dimasukkan dalam kode 311 yang ada dalam KPL.PTL.2. Petunjuk selengkapnya mengenai pengelompokan kode jenis usaha (KLU) dilampirkan pada lampiran II. b. Pada KPL PTL.2 ditambah nomor urut 18 baru dengan uraian "Industri lainnya" Pada nomor urut 18 ini dicatat Jenis Usaha Industri yang tidak dapat dimasukkan dalam kode jenis usaha pada nomor urut 1 s/d 17. Umpamanya jenis usaha dengan kode 390, 382, 385. c. Kode jenis usaha 511 (Bangunan Gedung) diganti dengan kode 510 (bangunan Sipil/Kelompok PKP Pemborong). Bentuk formulir KPL PTL.1 dan KPL PTL.2 dilampirkan pada Lampiran III, IV dan V. 4. Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa laporan KPL PTL.2 dan KPL PTL.3 adalah laporan berupa print out dari komputer dan karenanya tidak usah dibuat lagi secara manual. 5. Perubahan tersebut pada butir 2 dan 3 tersebut diatas dimulai dari laporan SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 1987 yang harus dibuat sesudah tanggal 20 Pebruari 1987 dan harus selesai paling lambat tanggal 10 Maret 1987. Laporan ini disebut Laporan Bulan Pebruari 1987 mengenai Masa Pajak Januari 1987. 6. Sejalan dengan perubahan laporan bentuk KPL PTL.1 maka dalam rangka penyesuaian perlu pula diadakan perubahan pada Laporan Ketetapan PPN (KPL.PTL.7) dan Laporan Penyelesaian Penelitian Setempat PPN (KPL PTL.8) sebagai berikut : 6.1. Laporan Ketetapan PPN (KPL. PTL.7). Kolom 2 jenis PKP dihapus, dan ketetapan yang dicatat/dilaporkan tidak perlu diperinci lagi. Catatan : Bentuk KPL PTL.7 yang baru seperti contoh terlampir. Sementara belum dicetak dapat digunakan bentuk Laporan/KPL PTL.7 yang lama tanpa mengisi jalur jenis PKP (tidak perlu perincian perjenis PKP), tapi cukup dilaporkan jumlah ketetapan saja. 6.2. Laporan penyelesaian Penelitian Setempat (KPL. PTL.8). Pengisian lajur 2 KPL. PTL.8 (Jenis PKP) disederhanakan sebagai berikut : a. Industri/Pabrikan b. Bangunan Sipil (Pemborong) c. Importir d. Lain. Pengelompokan tersebut diatas sesuai dengan KLU pada KPL PTL.1 yaitu : 1. Industri terdiri dari nomor 1 s/d 18 2. Bangunan Sipil (Pemborong) adalah nomor urut 19 3. Importir adalah nomor urut 20 4. Lain-lain adalah nomor urut 21. Bentuk laporan KPL. PTL.7 dan KPL PTL.8 baru yang akan dicetak dilampirkan pada Lampiran VI dan VII. 6.3. Bentuk Laporan lainnya tidak ada perubahan. 7. Dengan diberlakukannya bentuk Laporan KPL PTL.1 S/D KPL PTL.10, maka dengan ini ditegaskan bahwa semua bentuk laporan sebelumnya dihapuskan, demikian pula perangkat tata usahanya. Pada penelitian ke beberapa Inspeksi Pajak ternyata pedoman tata usaha SPT lama yang dikeluarkan sebelum dikeluarkannya Surat Edaran tanggal 13 Juli 1986 Nomor SE-37/PJ.3/1986 tentang "Pedoman Tata Usaha SPT Masa PPN (SERI PPN-81) masih terus dipergunakan antara lain Register SPT Masa Kurang Bayar, Lebih Bayar, Nihil dan PPn. Barang Mewah, yang seharusnya tidak perlu dibuat lagi. Meneruskan Tata Usaha SPT yang lama disamping kewajiban melaksanakan tata usaha menurut pedoman yang baru sudah jelas akan menambah pekerjaan yang sebenarnya tidak perlu. Tidak berlakunya tata usaha, bentuk laporan, formulir serta buku-buku yang dipergunakan sudah ditegaskan dalam butir 3 surat Edaran Seri PPN-18 tersebut diatas. 8. Dengan diadakannya perubahan pada formulir bentuk KPL PTL.1 sebagaimana tercantum pada butir 2.1. dan perubahan pada KPL PTL.2 dan KPL. PTL.3, maka perlu diadakan penyesuaian pada laporan Kantor Wilayah sebagai berikut : a. Lajur Jenis PKP (lajur 3) pada laporan KPL Kw.9 (Laporan Perkembangan PKP) disamakan dengan lajur Jenis Usaha (Lajur 3) pada Laporan KPL Kw.10 (laporan SPT Masa PPN). b. Lajur Jenis Usaha (lajur 3) pada KPL Kw.10 dan KPL Kw.11 dirobah sebagai berikut : - 17 Jenis usaha Industri diganti 18 jenis Industri (ditambah Industri Lain). - Bangunan Gedung diganti Bangunan Sipil. c. Laporan ketetapan PPN (KPL Kw 15) tidak perlu diperinci dalam PKP dan PMPKP. 9. Demikianlah petunjuk mengenai perubahan beberapa formulir KPL PTL yang mulai diberlakukan pada bulan Februari 1987 (Laporan Bulan Februari) mengenai masa pajak Januari 1987. Harap petunjuk ini dijelaskan kepada petugas pelaksana. DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd SALAMUN A.T