DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 18 Mei 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 422/PJ.51/2005 TENTANG PERLAKUAN PPN ATAS KONTRAKTOR PKP2B GENERASI III DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanpa Nomor tanggal 18 Januari 2005 hal Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Kontraktor PKP2B Generasi III, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut secara garis besar disampaikan hal-hal sebagai berikut: a. Perusahaan PT. ABC, NPWP : XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang pertambangan batubara dan merupakan Kontraktor PKP2B Generasi III. b. Sehubungan dengan PP No. 144 Th. 2000, yang menetapkan antara lain bahwa batubara sebelum diproses menjadi briket adalah bukan Barang Kena Pajak, Saudara memohon: 1) penegasan penerapan PPN atas PKP2B antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT. ABC (Kontraktor PKP2B Generasi III); 2) perlakuan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran atas BKP atau JKP bagi PT. ABC. 2. Sesuai Pasal 14 angka 6 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT. ABC tanggal 31 Mei 1999 disebutkan bahwa dengan memperhatikan kewajiban umum yang dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1994 dan peraturan pelaksanaannya, maka Kontraktor antara lain berkewajiban untuk: a. melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak; b. memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan tarif 10% (sepuluh persen) atau tarif lain, sesuai dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994 dan peraturan pelaksanaannya; c. memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang-barang Mewah, sebagai Pemungut Pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994 dan peraturan pelaksanaannya; 3. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 mengatur antara lain : a. ayat (2) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. b. ayat (3) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak. c. ayat (8) Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara yang diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk : 1) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 2) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; 3) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagoon, van, dan kombi; 4) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; 5) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; 6) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); 7) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); 8) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; 9) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. 4. Sesuai Pasal 3 dan Pasal 7 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999, bahwa batu bara yang dihasilkan melalui proses pengolahan lebih lanjut berupa pemecahan, disliming, konsentrasi, dan penyaringan dari bahan galian, tidak termasuk ke dalam jenis barang hasil pertambangan yang diambil langsung dari sumbernya yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 5. Surat Menteri Keuangan Nomor S-16/KMK.03/2002 tanggal 29 Januari 2002 yang ditujukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, menyebutkan bahwa terhadap PKP2B yang dibuat setelah berlakunya Undang-Undang PPN diberikan pengaturan sebagai berikut : a. Apabila dalam PKP2B tersebut dinyatakan secara tegas bahwa atas penyerahan produk batu bara dikenakan PPN maka atas penyerahan batu bara oleh Kontraktor PKP2B tersebut dikategorikan sebagai penyerahan Barang Kena Pajak sampai dengan tanggal berakhirnya PKP2B sehingga perusahaan tersebut wajib memungut PPN yang terutang atas penyerahan batu bara dan sekaligus berhak untuk mengkreditkan Pajak Masukan. b. Apabila dalam PKP2B tersebut tidak dinyatakan secara tegas bahwa penyerahan produk batu bara dikenakan PPN, maka atas penyerahan batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara oleh Kontraktor PKP2B tersebut dikategorikan sebagai penyerahan barang yang tidak dikenakan PPN (sesuai dengan ketentuan yang berlaku), sehingga perusahaan tersebut tidak berhak untuk mengkreditkan PPN yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. 6. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut : a. Ketentuan PPN yang berlaku bagi PT. ABC adalah Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 1994 dan peraturan pelaksanaannya, kecuali diatur secara khusus dalam PKP2B; b. Sesuai ketentuan dalam Kontrak Karya antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT. ABC sebagaimana dimaksud dalam angka 2 di atas, maka batu bara yang dihasilkan oleh PT. ABC sepanjang telah mengalami proses pengolahan lebih lanjut sebagaimana tersebut pada angka 4 di atas merupakan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya terutang PPN. c. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994. Demikian agar Saudara maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR PPN DAN PTLL ttd. A. SJARIFUDDIN ALSAH