DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 30 Mei 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 421/PJ.341/2006 TENTANG RAPAT PEMBAHASAN DRAFT MOA-PMO MEH PROJECT DI BATAM DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan Rapat Pembahasan Draft MOA-PMO MEH Project di Batam pada hari Rabu tanggal 24 Mei 2006, bersama ini kami sampaikan tanggapan sehubungan dengan draft Agreement tersebut: 1. Rapat tersebut membahas draft Memorandum of Agreement (MOA) antara Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan International Maritim Organization (IMO) - sebuah organisasi instrument Bank Dunia. Agreement tersebut disusun oleh kedua belah pihak sehubungan dengan Project Management Office (PMO) for the Marine Electronic Highway Demonstration Project in the Straits of Malacca and Singapore yang berkedudukan di Pulau Batam. 2. Rapat tersebut membahas isi draft Agreement per tanggal 22 Mei 2006, yang didalamnya terdapat pasal-pasal yang terkait dengan masalah perpajakan yang dimintakan pendapat kepada Ditjen Pajak sebagai berikut: a. Article I Definitions 10 "PMO Privilige" means priviliges in respect of immigration, customs and taxes granted by the Government to Officials of the PMO in accordance with the Convention and the prevailing laws and regulations in Indonesia; B. Interpretation 3. In the event of a conflict between the Convention and the laws and regulations of Indonesia, the Convention shall govern. b. Article II 3.b. Persons visiting the PMO based on an official invitations from the PMO for the purpose of performing official business in connection therewith for or on behalf of any government shall be deemed to be "representatives" and shall enjoy PMO priviliges; 3.c. All personnel engaged by the Organization for service with the PMO, with the exception of those who are recruited locally and assigned to hourly rates and staff seconded by the Government to the Project, shall be deemed to be "officials" of the PMO and, within the meaning of the Article VI of the Convention and shall enjoy PMO priviliges. 3.d. Experts, consultants and specialists appointed for work in or in connection with the PMO shall be deemed to be "experts" of the PMO and shall enjoy PMO priviliges. c. Article IV 1. The exemption and relief from any taxes and duties, in respect of the PMO, shall be in accordance with the Convention and the prevailing Indonesian laws and regulations. d. Article V 2. In addition to the exemptions provided for in paragraph 1 of this Article, the Project Manager and other Officials of the PMO designated as such by the Secretary General and agreed by the Government provided they are not citizens of the Republic of Indonesia, shall enjoy PMO privileges. 3. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 huruf c Undang-undang No. 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa yang tidak termasuk sebagai subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat: a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan atau Dana Pinjaman Luar Negeri, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2001, diatur antara lain: a. Pasal 2, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang terutang sejak 1 April 1995 atas impor serta penyerahan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut; b. Pasal 3, Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah. 5. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah dan atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000, diatur antara lain: a. Pasal 1 huruf a, Proyek Pemerintah adalah proyek yang tercantum dalam Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, termasuk proyek yang dibiayai dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP)/Subsidiary Loan Agreement (SLA); b. Pasal 1 huruf c, Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali; c. Pasal 1 huruf f, Kontraktor Utama adalah kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier) yang berdasarkan kontrak melaksanakan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri termasuk tenaga ahli dan tenaga pelatih yang dibiayai dengan hibah luar negeri. d. Pasal 3 ayat (1), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut; e. Pasal 3 ayat (2), PPN dan PPnBM yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut hanya atas bagian Proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri tersebut; f. Pasal 4 ayat (4) Pajak Penghasilan Pasal 21/26 yang terutang oleh karyawan asing yang bekerja pada Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok Utama maupun Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok Lapisan Kedua atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dipotong atau dibayar sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 17 TAHUN 2000; g. Pasal 7 ayat (3) atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak dipungut PPN dan PPnBM, Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok Utama wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT". 6. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000 tentang Organisasi-organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk sebagai Subjek Pajak Penghasilan sebagaimana terakhir telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 243/KMK.03/2003 tanggal 6 April 2003, International Maritime Organization (IMO) merupakan organisasi internasional yang dikecualikan sebagai subjek Pajak Penghasilan. 7. Berdasarkan ketentuan pada butir 5, 6, 7, dan 8 tersebut dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut: a. Pemberian fasilitas perpajakan berupa Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dapat dilakukan apabila proyek tersebut berstatus Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan atau dana pinjaman luar negeri sepanjang proyek tersebut memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 beserta peraturan pelaksanaannya sebagaimana telah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2001 antara lain sebagai berikut: - PPN dan PPnBM sejak 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut; - Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok (Supplier) Utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan Proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut; b. Untuk menghindari kesulitan dalam pelaksanaan perlakuan perpajakan di lapangan, disarankan agar Memorandum of Agreement (MOA) antara Pemerintah Republik Indonesia dengan International Maritime Organization (IMO) tentang Project Management Office (PMO) untuk the Marine Highway Electronics (MEH) tersebut tidak mencantumkan kesepakatan di bidang perpajakan. Hal ini mengingat bahwa setiap perlakuan perpajakan seharusnya hanya diatur dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Kami mengusulkan agar rumusan-rumusan dalam draft Agreement tidak mencantum kesepakatan yang berkaitan dengan perpajakan. Namun demikian, apabila rumusan yang berkaitan dengan perpajakan tersebut harus tetap ada, maka rumusan tersebut diusulkan berbunyi sebagai berikut: "The exemption and relief from any taxes shall be in accordance with the applicable tax laws and tax regulations, which in force from time to time." Demikian untuk dimaklumi. Direktur, ttd. Gunadi NIP 060044247