DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 1 Maret 1996 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 39/PJ.32/1996 TENTANG PEMAKAIAN KURS DI DALAM FAKTUR PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor - tanggal 12 Januari 1996 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut di atas dijelaskan, bahwa : - Dalam pembukuan setiap bulan, kurs yang dipakai oleh perusahaan adalah kurs standar yaitu kurs rata-rata TTS satu bulan; - Dalam melakukan penjualan lokal dengan mata uang asing (US Dollar), PPN dalam Faktur Pajak dihitung berdasarkan kurs standar. Cara tersebut dimaksudkan agar total penjualan dan PPNnya dalam SPT Masa sama dengan catatan dalam pembukuan; - Apabila penghitungan PPN dalam Faktur Pajak digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, yang nilai kursnya lebih rendah daripada kurs standar, maka jumlah penjualan dalam SPT Masa PPN akan lebih rendah daripada jumlah penjualan dalam pembukuan. Apabila dibandingkan antara catatan dalam pembukuan dengan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai maka terdapat selisih penjualan yang mengakibatkan seolah-olah ada kekurangan PPN yang seharusnya dipungut (Pajak Keluaran). Oleh karena itu Saudara memohon penjelasan mengenai hal tersebut. 2. Sesuai dengan ketentuan Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994, apabila pembayaran atau Harga Jual atau Penggantian dilakukan dengan mempergunakan mata uang asing, maka penghitungan besarnya pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan Faktur Pajak. 3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat diberikan penegasan sebagai berikut : a. Dalam hal PT XYZ telah terlanjur menggunakan kurs standar atau kurs Bank Indonesia yang lebih tinggi daripada kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam pembukuan dan penghitungan PPN yang terutang pada Faktur Pajak, penyetoran, dan pelaporan, maka pembukuan dan penghitungan PPN tersebut dapat dibenarkan. b. Untuk masa pajak selanjutnya, dalam penghitungan PPN yang terutang diwajibkan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN, ttd ABRONI NASUTION