DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 25 April 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 394/PJ.52/2002 TENTANG PERMOHONAN PEMBEBASAN BEA MASUK DAN PAJAK-PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 6 Februari 2002 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa dalam tahun 2002 POLRI mendapat bantuan peralatan berupa Armor Vest (Kevlar) dari PT DE Co Ltd Korea Selatan untuk uji coba dalam meningkatkan tugas operasional POLRI di lapangan. Selanjutnya, Saudara mohon diberikan surat pembebasan pajak atas barang tersebut. 2. Ketentuan perpajakan yang berkenaan dengan masalah tersebut adalah : a. Pajak Pertambahan Nilai 1. Berdasarkan Pasal 4 huruf b Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2000 (Undang-undang PPN) diatur bahwa PPN dikenakan atas impor Barang Kena Pajak (BKP); 2. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang PPN diatur bahwa atas impor BKP yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan pabean dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan; 3. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf k Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan PPN dan PPnBM atas Impor BKP Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk, diatur bahwa impor perlengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, tidak dipungut PPN dan PPnBM; 4. Berdasarkan Romawi I Angka 7 Lampiran I Keputusan Menteri Keuangan Nomor 139/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Persenjataan, Amunisi, Termasuk Suku Cadang dan Perlengkapan Militer Serta Barang dan Bahan Yang Dipergunakan Untuk Menghasilkan Barang Yang Diperuntukkan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara antara lain diatur bahwa barang-barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk adalah Perlengkapan Tempur Perorangan termasuk Jaket Anti Peluru. b. Pajak Penghasilan 1. Dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 11 dan Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 254/KMK.03/2001tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 392/KMK.03/2001 tanggal 4 Juli 2001, diatur bahwa dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah impor persenjataan, amunisi dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau PPN. Adapun pelaksanaan pengecualian tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 2. Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 139/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Persenjataan, Amunisi, Termasuk Suku Cadang dan Perlengkapan Militer Serta Barang dan Bahan Yang Dipergunakan Untuk Menghasilkan Barang Yang Diperuntukkan Bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara, disebutkan bahwa termasuk barang-barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk adalah perlengkapan tempur perorangan termasuk Rompi Anti Peluru. 3. Berdasarkan uraian butir 2 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, maka dengan ini diberikan penegasan bahwa : a. Pajak Pertambahan Nilai Atas impor bantuan peralatan Annor Vest (Kevlar) dari PT DE Co Ltd Korea Selatan untuk uji coba dalam meningkatkan tugas operasional POLRI tidak dipungut PPN dan atau PPnBM sepanjang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk. b. Pajak Penghasilan Impor peralatan Armor Vest (Kevlar) dari PT DE Co Ltd Korea Selatan untuk uji coba dalam meningkatkan tugas operasional POLRI dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22, apabila: 1. alat tersebut termasuk dalam pengertian alat utama yang dipergunakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan operasi POLRI; dan 2. atas impor barang tersebut dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau PPN. Adapun pelaksanaan dari pengecualian tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Namun demikian, apabila impor tersebut dilakukan oleh importir lain dengan POLRI sebagai indentor, maka importir yang bersangkutan diwajibkan terlebih dahulu menyetor PPh Pasal 25 sebesar 15% (lima belas persen) dari "handling fee" yang diterima. Demikian untuk dimaklumi. Direktur Jenderal, ttd. Hadi Poernomo NIP 060027375