DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 7 Maret 2000 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 339/PJ.54/2000 TENTANG PERMOHONAN PENEGASAN TENTANG RESTITUSI PPN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 19 Januari 2000 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan penjelasan sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut : a. PT. CI NPWP : 0.000.000.0-000/0.000.000.0-000 mengajukan permohonan restitusi PPN untuk Masa Pajak Desember 1997 dan Desember 1998 pada tanggal 29 Desember 1998 dan 3 Agustus 1999. Atas permohonan restitusi tersebut telah diproses KPP PMA I dan telah sampai tahap merampungkan laporan penelitian, tetapi belum menerbitkan SKPLB. b. Pada tanggal 29 Juni 1999 PT. CI mengajukan permohonan pemusatan tempat terutang PPN dan KPP Pasuruan. Permohonan pemusatan tersebut mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak pada tanggal 13 Agustus 1999. c. Dengan diberikannya izin pemusatan tersebut maka KPP PMA I mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa permohonan restitusi PPN PT. CI tahun 1997 dan 1998 tidak dapat diproses di KPP PMA I dan seyogyanya harus diajukan ke KPP Pasuruan. d. Sehubungan dengan hal tersebut Saudara mohon penegasan tentang restitusi PPN dimaksud. Saudara juga memohon agar seluruh Faktur Pajak Masukan tahun 1999 yang telah diterbitkan dengan menggunakan alamat dan NPWP kantor Jakarta kiranya dapat dikreditkan langsung dengan SPM di KPP Pasuruan. 2. a. Dalam Pasal 9 ayat (2), ayat (4), ayat (8) huruf a, ayat (9) dan ayat (10) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 diatur bahwa : a.1. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. a.2. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. a.3. Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara yang diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk antara lain perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. a.4. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya selambat- lambatnya pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. a.5. Apabila pada akhir tahun buku terdapat kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka atas kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian. b. Dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1999 ditegaskan bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. 3. Berdasarkan uraian butir 2 tersebut di atas dan memperhatikan isi surat Saudara, atas restitusi PPN Masa Pajak Desember 1997 dan Desember 1998 yang diajukan kepada KPP PMA I pada tanggal 29 Desember 1998 dan 3 Agustus 1999 oleh PT. CI tetap dapat diproses di KPP PMA I karena Pemusatan Tempat PPN Terutang di Pasuruan (lokasi pabrik) sesuai surat Direktur PPN dan PTLL Nomor : S-2078/PJ.51.1/1999 berlaku mulai tanggal 13 Agustus 1999 dan sepanjang Faktur Pajak Masukan diisi sesuai Pasal 13 ayat (5) serta atas Pajak Masukan tersebut tidak masuk dalam kategori Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994. Faktur Pajak Masukan yang telah diterbitkan dengan menggunakan NPWP dan alamat kantor di Jakarta dapat dikreditkan sepanjang Faktur Pajak Masukan tersebut memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (9) dan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. Demikian juga semua hak dan kewajiban dari PT. CI mulai 1 Januari 1999 sampai dengan 12 Agustus 1999 (sebelum Pemusatan Tempat PPN Terutang) tetap dapat dilaksanakan dan diproses di KPP PMA I. Demikian agar dimaklumi. A.n. Direktur Jenderal Pajak Direktur, ttd. A. Sjarifuddin Alsah NIP. 060044664