DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 20 Januari 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 32/PJ.42/2003 TENTANG PERLAKUAN PPh ATAS KEUNTUNGAN KARENA PEMBEBASAN HUTANG BUNGA PINJAMAN DAN PEMBEBANAN RUGI KURS BAGI WAJIB PAJAK YANG PENGHASILANNYA TELAH DIKENAKAN FINAL DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat saudara nomor : XXX tanggal 02 Juli 2002 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa: a. PT. ABC adalah perusahaan yang semata-mata bergerak di bidang usaha persewaan tanah dan bangunan yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final; b. Dalam penyelesaian hutang dengan BPPN secara tunai ditentukan rate khusus dan diberikan pembebasan hutang bunga sebesar 100%; c. Saudara berpendapat penghasilan atas pembebasan hutang bunga dan kerugian selisih kurs karena pencatatan pokok pinjaman, berkaitan dengan kegiatan mendapatkan penghasilan yang telah dikenakan PPh final sehingga atas penghasilan tersebut tidak terutang Pajak Penghasilan dan atas kerugian selisih kurs tidak boleh dikurangkan sebagai biaya; d. Saudara minta penegasan atas hal tersebut. 2. Berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf k Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 dan penjelasannya, keuntungan karena pembebasan hutang termasuk penghasilan yang menjadi Objek Pajak Penghasilan. 3. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf l dan Pasal 6 ayat (1) huruf e Undang-undang Pajak Penghasilan tersebut, keuntungan karena selisih kurs mata uang asing termasuk penghasilan yang menjadi Objek Pajak Penghasilan, sedang kerugian selisih kurs dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pengakuan keuntungan dan kerugian selisih kurs tersebut didasarkan atas sistem pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak secara taat asas. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap, keuntungan atau kerugian selisih kurs diakui pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata uang asing tersebut. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya pada akhir tahun, pengakuan keuntungan dan kerugian selisih kurs dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya pada akhir tahun dan pada saat terjadinya realisasi. 4. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 29 TAHUN 1996 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 TAHUN 2002, diatur bahwa besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final. 5. Berdasarkan Pasal 4 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, diatur bahwa biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final termasuk sebagai pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya penghasilan Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. 6. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa: a. Dalam mekanisme pengenaan PPh final sebagaimana yang tercermin pada penerapan tarif efektif sebesar 10% (sepuluh persen), pada dasarnya secara normatif telah dilakukan pembebanan biaya (bunga) dan pengakuan keuntungan/kerugian (selisih kurs) yang terkait dengan kegiatan usaha yang atas penghasilannya (sewa bangunan) dikenakan PPh final. Ketentuan yang tidak membolehkan pembebanan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh final harus diartikan guna mencegah pembebanan biaya dua kali (secara normatif dan secara nyata); b. Dengan demikian dalam hal terjadi pembebasan utang bunga, sehubungan dengan penyelesaian utang PT ABC kepada BPPN, maka pembebasan utang bunga tersebut merupakan Objek Pajak Penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan umum dan harus dilaporkan dalam SPT tahunan; c. Atas laba/rugi selisih kurs yang timbul dari perbedaan kurs antara tanggal pengakuan/ perolehan utang dengan tanggal pelunasan/pembayarannya, sejauh menyangkut pokok utang diakui sebagai penghasilan/keuntungan atau biaya/kerugian berdasarkan ketentuan umum. Demikian penegasan kami, harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN