DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 28 Mei 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 290/PJ.42/2003 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS DANA PENSIUN DAN DANA PESANGON DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 28 November 2002, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat Saudara dikemukakan bahwa PT ABC merupakan pengelola Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang telah mendapat izin Menteri Keuangan dengan Surat Keputusan Nomor XXX. Saudara mohon penegasan/penjelasan atas hal-hal berikut ini: Dana Pensiun a. Pada umumnya iuran dana pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan terbagi menjadi dua: - Iuran Normal Bulanan, yaitu iuran dari perusahaan atau karyawan atau keduanya; - Past Service Liability (PSL), yaitu pembayaran iuran pensiun untuk penghargaan masa kerja lampau sebagai bentuk penghargaan yang berbeda bagi masing-masing karyawan sesuai lamanya pengabdian dan gaji saat ini. Dana PSL bersumber dari: - Dana cadangan yang sengaja dibuat perusahaan sebelum dibayarkan ke Dana Pensiun; - Dana perusahaan di tahun berjalan yang dialokasikan ke Dana Pensiun apabila kondisi keuangan perusahaan memungkinkan; Apakah pembayaran PSL dari pemberi kerja atas nama peserta/pekerja kepada Dana Pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak? Dana Pesangon b. PT ABC mempunyai program Asuransi Jiwa Kumpulan Jangka Waktu Sejahtera yang di dalamnya terdapat beberapa maslahat, antara lain maslahat meninggal, maslahat berhenti kerja dan maslahat cacat yang semuanya dapat mengakomodasi Pasal 22, 23, 24, 26, 27, 31 dan 32 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kepmenaker 150 Tahun 2000. Apakah PT ABC dapat memakai program asuransi tersebut sebagai program pengelolaan pesangon? c. Pencadangan dana program pesangon adalah kewajiban pemberi kerja dengan manfaat sesuai Kepmenaker yang berlaku. Berdasarkan kepentingannya, pencadangan ini dapat dibedakan menjadi 2 jenis: - Past Service Liability (PSL), yaitu pencadangan atas masa kerja yang lalu; - Future Liability (FL), yaitu pencadangan atas masa kerja yang akan dilalui. Apakah pengeluaran untuk program pesangon ini dapat dibebankan sebagai biaya oleh pemberi kerja? d. Metode pembayaran program pesangon kepada pihak ketiga (pengelola dana pesangon) ada dua macam: - Pembayaran pesangon sekaligus yang langsung dipotong PPh Pasal 21 sehingga karyawan tidak dipotong PPh Pasal 21 lagi saat menerima manfaat pesangon tersebut. - Pembayaran pesangon secara bertahap yang tidak dipotong PPh Pasal 21 sehingga karyawan akan dipotong PPh Pasal 21 saat menerima manfaat pesangon tersebut. Apakah pembayaran pesangon baik secara sekaligus maupun bertahap dapat dibebankan oleh pemberi kerja? e. Saudara juga mohon penjelasan atas hal-hal sebagai berikut: - Apakah atas bunga tabungan pesangon yang dikelola oleh PT ABC selaku pengelola dana pesangon bukan bank dikenakan pemotongan PPh sebesar 15% dalam hal bunga deposito yang diterima pengelola dana pesangon bebas dari potongan PPh sebesar 20% oleh bank? - Dalam hal bunga depositonya bebas dari potongan PPh oleh bank, apakah PT ABC memerlukan SKB dikarenakan pada saat pembayaran pesangon kepada peserta/ pekerja akan dipotong PPh sebesar 15%? - Apakah pemotongan PPh atas bunga deposito uang pesangon dapat dilakukan langsung oleh pihak bank pada saat uang pesangon tersebut diinvestasikan oleh pengelola dana pesangon? - Apabila pemberi kerja melakukan pembayaran pesangon secara sekaligus kepada pengelola pesangon, apakah ada form khusus untuk mencatat PPh Pasal 21 karyawan sebagai bukti pemotongan pajak telah dilakukan pada saat dana dialihkan? 2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 (Undang-undang Pajak Penghasilan), antara lain diatur hal-hal sebagai berikut: Pasal 4 ayat (2) Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 6 ayat (1) huruf a dan c Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi antara lain biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang serta iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; Pasal 9 ayat (1) huruf c Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat- syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 23 ayat (1) huruf a Atas penghasilan antara lain bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto. 3. Berdasarkan Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 131 TAHUN 2000 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebagai berikut : dikenakan PPh final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. 4. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 350/PJ./2001 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Uang Pesangon Yang Dialihkan Kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 649/PJ./2001 antara lain diatur bahwa: Pasal 1 huruf a Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada karyawan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian. Pasal 3 Ayat (1), pada saat tanggung jawab pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja melalui pembayaran uang pesangon secara sekaligus, karyawan dianggap telah menerima hak atas manfaat uang pesangon sehingga pemberi kerja wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2. Ayat (2), bunga atas tabungan uang pesangon yang merupakan hak karyawan akan diberikan oleh pengelola dana pesangon tenaga kerja pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadinya PHK yang terlebih dahulu dipotong PPh dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bukan bank maka dipotong Pajak Penghasilan sebesar 15% dari jumlah bruto, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang- undang Pajak Penghasilan; b. Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bank maka dipotong PPh Final sebesar 20% dari jumlah bruto berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 131 TAHUN 2000. Ayat (3), pada saat pengelola dana pesangon tenaga kerja membayar uang pesangon kepada karyawan, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 karena PPh Pasal 21-nya telah dibayar pada saat pengalihan uang pesangon dari pemberi kerja kepada badan pengelola dana pesangon tenaga kerja. Pasal 4 Ayat (1), pada saat tanggung jawab pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja melalui pembayaran uang pesangon secara bertahap, pemberi kerja tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembentukan uang pesangon tersebut. Ayat (2), pada saat pengelola dana pesangon tenaga kerja membayar uang pesangon kepada karyawan, pengelola dana pesangon tenaga kerja wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana ketentuan Pasal 2. Ayat (3), bunga atas tabungan uang pesangon yang merupakan hak karyawan harus diberikan oleh pengelola dana pesangon tenaga kerja bersamaan dengan pembayaran uang pesangon kepada karyawan yang bersangkutan yang terlebih dahulu dipotong PPh sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). 5. Berdasarkan Pasal 21 ayat (5) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi, pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon dan penerima dana pensiun. 6. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dengan ini diberikan penegasan bahwa: a. Pemberi kerja dapat membebankan iuran pensiun baik iuran normal bulanan maupun Past Service Liability (PSL) atas nama karyawan yang dibayarkan kepada Dana Pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak; b. Pemberi kerja tidak dapat membebankan pembentukan dana cadangan program pesangon dalam perusahaan sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak; c. Pemberi kerja dapat membebankan pembayaran uang pesangon untuk karyawannya kepada pengelola dana pesangon baik yang dibayarkan secara sekaligus maupun secara bertahap, sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak: - Dalam hal pembayaran uang pesangon secara sekaligus, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pemberi kerja pada saat pembayaran sekaligus kepada pengelola dana pesangon; - Dalam hal pembayaran uang pesangon secara bertahap, pemotongan PPh Pasal 21 baru dapat dilakukan pada saat pembayaran uang pesangon kepada karyawan yang bersangkutan, meskipun pembebanan sebagai biaya bagi pemberi kerja telah dapat dilakukan sebelumnya; d. PT ABC selaku pengelola dana pesangon bukan bank wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% atas jumlah bruto bunga tabungan uang pesangon. Pemotongan tersebut dilakukan pada saat pembayaran uang pesangon beserta bunganya kepada karyawan pada akhir masa kerja atau terjadinya PHK. Apabila dana pesangon disimpan di bank baik atas nama karyawan ataupun atas nama PT ABC, maka bank wajib memotong PPh final sebesar 20% dan PT ABC tidak lagi memotong PPh Pasal 23 sebesar 15%; e. Pada saat dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pesangon secara sekaligus kepada pengelola dana pesangon, pemberi kerja wajib memberikan Bukti Pemotongan kepada karyawan. Bukti Pemotongan dapat digunakan sebagai bukti bahwa pemotongan pajak telah dilakukan pada saat dana dialihkan sehingga saat membayar uang pesangon kepada karyawan, pengelola dana pesangon tidak perlu memotong PPh Pasal 21 lagi. Demikian penegasan kami harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN