DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 Nopember 1994 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 2612/PJ.52/1994 TENTANG FAKTUR PAJAK, BAD DEBTS DAN DEPRESIASI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 2 September 1994 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : I. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 1. Salah satu syarat agar Faktur Pajak dapat dikreditkan adalah Faktur Pajak tersebut harus berupa Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1117/KMK.04/1988 tanggal 8 November 1988. Selain itu, Faktur Pajak Standar tersebut tidak boleh cacat baik berupa coretan atau hapusan (Tip Ex). Dengan demikian, apabila Faktur Pajak Standar yang Saudara terbitkan terdapat coretan/Tip Ex maka bagi penerima/pembeli, Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan. 2. Dalam hal terdapat perubahan NPWP dan Nomor Pengukuhan PKP karena perubahan wilayah KPP (Reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak) sedangkan Saudara telah terlanjur mencetak Faktur Pajak dengan memakai NPWP dan Nomor Pengukuhan PKP lama dalam jumlah banyak, maka sesuai dengan Surat Kawat Direktur Jenderal Pajak Nomor KWT-02/PJ.52/1994 tanggal 1 Juli 1994 dan Surat Kawat Nomor KWT-03/PJ.52/1994 tanggal 12 Juli 1994, Saudara masih dapat menggunakan Faktur Pajak dengan NPWP dan Nomor Pengukuhan PKP lama sampai dengan masa September 1994, dengan cara melaporkan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut pada KPP tempat PT. XYZ terdaftar sebagai PKP. Untuk jelasnya copy Surat Kawat dimaksud kami lampirkan bersama surat ini. 3. Mengenai Nomor Seri Faktur Pajak yang belum terpakai akibat terjadi peloncatan Nomor Seri Faktur Pajak karena suatu keteledoran (tidak sengaja) maka Faktur Pajak dengan Nomor Seri yang belum terpakai tersebut dapat Saudara gunakan, walaupun Nomor Serinya sudah berjalan jauh. Yang penting bagi Saudara adalah kejadian tentang Nomor Seri Faktur Pajak tersebut dapat Saudara jelaskan bila ditanyakan oleh petugas pajak yang melakukan penelitian atau pemeriksaan. II. PAJAK PENGHASILAN (PPh) 1. Dalam hal tagihan kepada langganan yang telah nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi karena bangkrut/ pailit, maka Saudara harus dapat membuktikan bahwa langganan tersebut memang benar telah bangkrut/jatuh pailit. Dengan demikian Saudara dapat mengurangi seluruh piutang yang tidak tertagih tersebut dari Penghasilan Kena Pajak sepanjang langganan tersebut tidak mempunyai hubungan istimewa dengan Saudara sesuai ketentuan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-undang PPh 1984. Selain itu Saudara wajib membuat daftar nominatif atas piutang yang dihapuskan dengan memuat : - Nama debitur - Alamat lengkap - NPWP - Tanggal pinjaman diberikan - Saldo piutang yang dihapuskan 2. Penyusutan atas aktiva secara komersial dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara/metode, namun dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak, penyusutan harus dilakukan secara konsisten sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 11 Undang-undang PPh 1984. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd FUAD BAWAZIER