DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 29 April 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 238/PJ.42/2003 TENTANG PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 ATAS NAMA ASOSIASI (LEAD FIRM) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 24 Pebruari 2003 perihal permohonan kebijaksanaan penyelesaian kelebihan pembayaran PPh Badan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa: a. PT. ABC adalah salah satu anggota asosiasi dari suatu proyek dengan dana loan yang dikerjakan oleh beberapa perusahaan. Pembayaran termijn yang diterima selama tahun 2001 sudah dikurangi untuk: PPh Pasal 23 yang disetor 7,5% x dana loan (95%) PPh Pasal 23 yang dipotong 7,5% x dana rupiah murni (5%) Jumlah keseluruhan Rp. 43.765.958,00 PPh Badan (Tahunan) Rp 3.284.381,00 Kelebihan Bayar Rp. 40.381.577,00 b. Bukti PPh Pasal 23 disetor dan dipotong a/n Lead Firm (PT. XYZ), tetapi sebenarnya merupakan gabungan dari seluruh anggota yang terlibat dalam pekerjaan tersebut, dan jumlahnya untuk masing-masing anggota adalah proporsional dengan jumlah uang yang diterima; c. Saudara mohon kelebihan bayar tersebut di atas dapat diakui karena PPh Pasal 23 sudah dipotong dan disetor oleh Lead Firm (PT. XYZ). 2. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-44/PJ./1994 tanggal 24 Oktober 1994 tentang Pemecahan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23, antara lain diatur mengenai petunjuk pemecahan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dalam hal telah dilakukan pemotongan pajak atas nama joint operation (J.O), yaitu sebagai berikut: a. J.O harus mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana J.O terdaftar dengan melampirkan fotokopi dokumen pendirian J.O; b. Berdasarkan hasil penelitian oleh KPP, akan diterbitkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak (SKKPP) PPh Pasal 23 yang seharusnya tidak terutang (oleh J.O); c. Selanjutnya KPP akan melakukan pemindahbukuan atau Pbk dari PPh Pasal 23 atas nama J.O menjadi PPh Pasal 23 atas nama masing-masing anggota J.O untuk dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam SPT Tahunan PPh Badan masing-masing anggota J.O. 3. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini dapat diberikan penegasan bahwa: a. Joint Operation bukan Subyek Pajak melainkan para anggotanya yang menjadi Subjek Pajak dan terutang Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh masing-masing dari pelaksanaan pekerjaan proyek; b. Apabila PT. XYZ selaku Lead Firm dari Joint Operation tersebut, maka PT. XYZ harus mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada KPP di mana Joint Operation terdaftar sesuai ketentuan/prosedur tersebut di atas. Demikian harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN