DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 21 Maret 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 237/PJ.323/2005 TENTANG JASA WAJIB PAJAK LUAR NEGERI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 28 Juli 2004 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut dikemukakan hal-hal sebagai berikut : a. Perusahaan Saudara menggunakan/memanfaatkan jasa teknik dari perusahaan-perusahaan sebagai berikut : _______________________________________________________________ No. Nama Wajib Pajak Luar Negeri (WP LN) Asal Negara _______________________________________________________________ 1. ABC Singapura 2. BCA Singapura 3. XYZ Singapura 4. PQR Singapura 5. CBA Australia _______________________________________________________________ b. Wajib Pajak-Wajib Pajak Luar Negeri tersebut di atas tidak mempunyai suatu Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. c. Jasa teknik yang dimanfaatkan, dilakukan di luar negeri. d. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas Saudara mengajukan permohonan penegasan mengenai perlakuan perpajakan (Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai) atas jasa teknik yang diberikan oleh Wajib Pajak Luar Negeri tersebut. 2. Perlakuan PPh a. Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur bahwa : 1) Pasal 2 ayat (4) huruf b : Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; 2) Pasal 26 ayat (1) huruf d : Atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan. b. Sesuai dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan Singapura, antara lain diatur bahwa: 1) Article 5 (2) i : The term "permanent establishment" shall include especially the furnishing of services, including consultancy services, by an enterprise through an employee or other person (other than an agent of an independent status within the meaning of paragraph 7) where the activities continue within a Contracting State for a period or periods aggregating more than 90 days within a twelve-month period; 2) Article 7 (1) : The profits of an enterprise of a Contracting State shall be taxable only in that State unless the enterprise carries on business in the other Contracting State through a permanent establishment situated therein. If the enterprise carries on business as aforesaid, the profits of the enterprise may be taxed in the other State but only so much of them as is attributable to that permanent establishment. c. Sesuai dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan Australia, antara lain diatur bahwa : 1) Article 5 (2) j : The term "permanent establishment" includes especially the furnishing of services, including consultancy services, by an enterprise within one of the Contracting States through employees or other personnel enggaged by the enterprise for that purpose, if those services are furnished, for the same or a connected project, within that State for a period or periods aggregating more than 120 days within any 12 month period; 2) Article 7 (1) a : The profits of an enterprise of one of the Contracting States shall be taxable only in that State unless the enterprise carries on business in the other Contracting State through a permanent establishment situated in that other State. If the enterprise carries on business in that manner, the profits of the enterprise may be taxed in the other State but only so much of them as is attributable to that permanent establishment. d. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), antara lain ditegaskan bahwa : 1) Butir 2 huruf a : Wajib Pajak luar negeri (WPLN) wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) kepada pihak yang membayarkan penghasilan dan menyampaikan fotokopi SKD tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang membayarkan penghasilan terdaftar. SKD asli tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayarkan penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai ketentuan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan WPLN tersebut; 2) Butir 2 huruf b : SKD diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara mitra runding. Namun demikian, SKD yang dibuat oleh pejabat pada Kantor Pelayanan Pajak tempat WPLN yang bersangkutan terdaftar dapat diterima dan dipersamakan dengan SKD yang dibuat Competent Authority. 3. Perlakuan PPN a. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 antara lain mengatur sebagai berikut : 1) Pasal 1 angka 5 : Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan; 2) Pasal 1 angka 6 : Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini; 3) Pasal 1 angka 8, Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 4) Pasal 1 angka 19 : Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang- undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 5) Pasal 3A ayat (3) : Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dan atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. 6) Pasal 4 huruf e : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan antara lain atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Di dalam memori penjelasan dinyatakan bahwa jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak "C" di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha "B" yang berkedudukan di Singapura, atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai. b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 568/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dan Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean mengatur sebagai berikut : 1) Pasal 1 ayat (1) : Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dihitung dengan cara sebagai berikut : - 10% x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai; atau - 10/110 x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila dalam jumlah tersebut termasuk Pajak Pertambahan Nilai. 2) Pasal 1 ayat (2) : Dalam hal tidak diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau meskipun diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean. 3) Pasal 2 : Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa kena Pajak dari luar Daerah Pabean tersebut. 4) Pasal 3 : Saat dimulainya pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di bawah ini : - saat barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya; - saat harga perolehan barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya; - saat harga jual barang kena pajak tidak berwujud dan atau penggantian jasa kena pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau - saat harga perolehan barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya. 5) Pasal 4 ayat (1) : Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus disetorkan seluruhnya ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan. 6) Pasal 4 ayat (2) : Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran. 7) Pasal 5 ayat (1) : Bagi Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) diperlakukan sebagai laporan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. c. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-522/PJ./2000 tentang Dokumen-Dokumen tertentu Yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-312/PJ./2001 mengatur sebagai berikut : 1) Pasal 1 : Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat : - Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen; - Nama dan alamat penerima dokumen; - Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal penerima dokumen adalah sebagai Wajib Pajak dalam negeri; - Jumlah satuan barang apabila ada; - Dasar Pengenaan Pajak; - Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor. 2) Pasal 2 huruf g : Surat setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean diperlakukan sebagai Faktur Pajak sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1. 4. Berdasarkan ketentuan dalam butir 2 sampai dengan butir 3 serta memperhatikan isi surat Saudara dalam butir 1 bersama ini ditegaskan sebagai berikut : a. Perlakuan PPh 1) Sepanjang jasa yang diberikan oleh WPLN kepada PT ZAA dilakukan di luar negeri, atau dilakukan di Indonesia tetapi tidak lebih dari 90 hari untuk WPLN Singapura atau tidak lebih dari 120 hari untuk WPLN Australia dalam jangka waktu 12 bulan, maka pemberian jasa tersebut tidak menimbulkan adanya BUT di Indonesia. Apabila demikian halnya, maka atas imbalan jasa yang dibayar PT ZAA kepada WPLN tersebut tidak dikenakan PPh Pasal 26; 2) Namun apabila jasa yang diberikan oleh WPLN kepada PT ZAA dilakukan di Indonesia lebih dari 90 hari untuk WPLN Singapura atau lebih dari 120 hari untuk WPLN Australia dalam jangka waktu 12 bulan, maka WPLN tersebut dianggap mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Apabila demikian halnya, maka WPLN tersebut wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak untuk mendapatkan NPWP dan atas imbalan jasa yang dibayar PT ZAA kepada WPLN tersebut dikenakan PPh Pasal 23; 3) Untuk pelaksanaan ketentuan dalam P3B, maka WPLN tersebut harus menunjukkan Surat Keterangan Domisili (SKD) dari pejabat berwenang dari negara tempat kedudukan WPLN yang menerangkan bahwa WPLN tersebut merupakan penduduk negara yang bersangkutan. b. Perlakuan PPN 1) Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak oleh PT. RST dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean, dalam hal tidak diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk pembayaran tersebut, atau meskipun ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai. 2) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatas, dipungut oleh PT. RST pada saat diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di bawah ini : - saat jasa kena pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya; - saat harga perolehan jasa kena pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya; - saat penggantian jasa kena pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau - saat jasa kena pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya. 3) Selanjutnya, Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut tersebut oleh PT. RST harus disetorkan seluruhnya ke kas negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan. 4) Bagi PT. RST, Pajak Pertambahan Nilai yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd. HERRY SUMARDJITO