DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 9 Nopember 2000 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 2141/PJ.513/2000 TENTANG PENEGASAN ATAS FASILITAS PENANGGUHAN PPN/PPnBM IMPOR BARANG MODAL A.N. PT. KJA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 29 September 2000 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara mengajukan permohonan agar Surat Direktur PPN dan PTLL Nomor : S-1408/PJ.513/2000 tanggal 29 Agustus 2000 dapat ditinjau kembali dengan alasan bahwa : a. PT. KJA adalah kontraktor batubara Generasi I yang telah melakukan penandatanganan kontrak dengan Perusahaan Negara Tambang Batubara No. J2/Ji.DU/40/82 tanggal 14 September 1982. b. Pasal 9 ayat (2) Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1996 adalah antara lain berbunyi bahwa segala hak dan kewajiban perusahaan Perusahaan Perseroan (Persero) PT. TBBA berdasarkan PKP2B beralih kepada Pemerintah. c. Pasal 11 ayat (3) Kontrak Nomor J2/Ji.DU/40/82 tanggal 14 September 1982 berbunyi : "With the exception of the taxes as provide for in Article 11.2 hereinabove and elsewhere in this agreement, BATUBARA shall pay and assume and hold Contractor harmless from all present and future Indonesia taxes, duties, rentals and royalties levied by the Government...." d. Surat Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara atas nama Menteri Keuangan No. 187/Pabean/2000 tanggal 2 Maret 2000 telah menyetujui pemberian fasilitas Bea Masuk dan penangguhan pembayaran PPN/PPn BM atas pemasukan Barang Modal tahun 2000 untuk PT. KJA dalam rangka PMA. 2. Berdasarkan terjemahan Perjanjian Nomor J2/Ji.DU/40/82 tanggal 14 September 1982 antara P.N. Tambang Batubara dengan PT. KJA antara lain disebutkan bahwa : a. Dalam Pasal 11.2, Kontraktor (PT. KJA) berkewajiban untuk membayar pajak kepada Pemerintah, yaitu : 1) Pajak Perseroan berkenaan dengan laba tahunan Kontraktor; 2) Pajak Penghasilan atas : a) Deviden, bunga dan royalti atas hak-hak paten yang dibayar oleh Kontraktor sebesar 10% (sepuluh persen); b) Pembayaran gaji/upah karyawan kontraktor; c) Pembayaran-pembayaran lain yang dilakukan oleh Kontraktor. 3) Pajak pembangunan Daerah (IPEDA) serta pajak-pajak daerah, biaya maupun pungutan lainnya. 4) Pajak Penjualan atas jasa yang diberikan kepada Kontraktor di Indonesia. 5) Bea meterai atas perjanjian pada lembaga-lembaga keuangan. 6) Cukai atas tembakau dan minuman keras. b. Dalam Pasal 11.3, selain pajak-pajak sebagaimana tersebut pada butir Pasal 11.2, P.N. Tambang Batubara wajib membayar dan menanggung serta membebaskan Kontraktor dari segala pajak, bea, sewa dan royalti sekarang maupun di masa datang yang dipungut oleh Pemerintah Indonesia termasuk pajak yang dikenakan atas peralatan dan barang-barang yang dibawa masuk ke atau keluar dari Indonesia. 3. Sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor : S-1032/MK.04/1988 tanggal 19 September 1988 tentang ketentuan perpajakan dalam Kontrak Karya Pertambangan disebutkan bahwa : a. Kontrak Karya Pertambangan hendaknya diberlakukan atau dipersamakan dengan Undang- undang, oleh karena itu ketentuan perpajakan yang diatur dalam Kontrak Karya diberlakukan secara khusus (special treatment/lex specialis). b. Khusus menyangkut penangguhan pembayaran PPN atas impor, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 827/KMK.04/1984 tanggal 9 Agustus 1984 dapat diperluas dengan barang atau peralatan sebagaimana tersebut dalam Kontrak Karya asalkan mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal. 4. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 577/KMK.00/1989 tanggal 29 Mei 1989, bahwa dengan berlakunya keputusan tersebut, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 827/KMK.04/1984 tanggal 9 Agustus 1984 dinyatakan tidak berlaku. 5. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 252/KMK.04/1998 tanggal 29 April 1998, bahwa : a. Pasal 9 huruf c. Dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan tersebut, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 577/KMK.00/1989 dinyatakan tidak berlaku lagi dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/KMK.04/1998 tersebut. b. Pasal 8 ayat (2). Bagi Pengusaha yang telah memperoleh fasilitas penangguhan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 577/KMK.00/1989 yang melakukan impor Barang Modal berupa mesin dan peralatan pabrik dalam keadaan terpasang maupun terlepas yang diperlukan untuk proses menghasilkan Barang Kena Pajak, tidak termasuk suku cadang pada atau setelah tanggal 9 Maret 1998, berlaku ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/KMK.04/1998. c. Pasal 8 ayat (3) jo Pasal 1. Terhadap pengusaha yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal atau persetujuan perluasan pada atau sebelum tanggal 31 Maret 1998, tetap dapat memperoleh fasilitas penangguhan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 577/KMK.00/1989 atas impor atau perolehan barang modal selain barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik dalam keadaan terpasang maupun terlepas yang diperlukan untuk proses menghasilkan Barang Kena Pajak, tidak termasuk suku cadang. 6. Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-10/PJ.51/1996 tanggal 11 April 1996, bahwa persetujuan penanaman modal yang dapat diberikan fasilitas penangguhan tersebut adalah persetujuan penanaman modal yang tanggal persetujuannya diberikan oleh BKPM sebelum tanggal 1 April 1998 dan jangka waktu diberikannya fasilitas tersebut adalah 3 (tiga) tahun sejak tanggal diterbitkannya surat persetujuan penanaman modal ataupun perluasannya. 7. Berdasarkan Surat Keputusan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 1987/Pabean/2000 tanggal 2 Maret 2000, bahwa : a. Persetujuan penanaman modal diberikan kepada PT. KJA dengan Nomor : B-65/Pres/8/1982 tanggal 31 Agustus 1982. b. Atas nama Menteri Keuangan diberikan fasilitas Bea Masuk dan penangguhan pembayaran PPN/PPn BM atas pemasukan barang modal tahun 2000 untuk PT. KJA dalam rangka PMA. 8. Sehubungan dengan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam butir 2 sampai dengan 7 serta memperhatikan isi surat Saudara dalam butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Dengan mendasarkan pada Surat Menteri Keuangan Nomor : S-1032/MK.04/1988 tersebut dalam butir 3, bahwa ketentuan dalam Kontrak Karya tetap harus dipegang teguh karena Kontrak Karya diperlakukan sama dengan Undang-undang. Oleh karena itu, berdasarkan Kontrak Karya tersebut, pihak yang seharusnya menanggung Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak adalah Perusahaan Negara Tambang Batubara. b. Berkenaan dengan fasilitas penangguhan pembayaran PPN dan PPn BM, dapat kami jelaskan bahwa : 1) Fasilitas tersebut diberikan kepada Pengusaha Kena Pajak yang harus bertanggung jawab atas pungutan pajak yang dibebankan kepadanya atas impor barang yang dilakukan. 2) Dalam hal impor barang modal yang dilakukan oleh PT. JKA dalam rangka pelaksanaan Kontrak Karya, pihak yang seharusnya menanggung beban PPN dan PPn BM atas impor tersebut adalah Perusahaan Negara Tambang Batubara. 3) Oleh karena itu, apabila akan diberikan fasilitas, pihak yang seharusnya mendapat fasilitas adalah Perusahaan Negara Tambang Batubara, dan bukan PT. KJA. 4) Apabila fasilitas PPN diberikan kepada Perusahaan Negara Tambang Batubara, maka fasilitas tersebut harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku pada saat diberikannya fasilitas dan memperhatikan status Perusahaan Negara Tambang Batubara sebagai Pengusaha Kena Pajak atau tidak. 5) Di samping itu, dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 252/KMK.04/1998, fasilitas penangguhan pembayaran PPN untuk impor atau perolehan barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik dalam keadaan terpasang maupun terlepas yang diperlukan untuk proses menghasilkan Barang Kena Pajak, tidak termasuk suku cadang, sejak tanggal 9 Maret 1998 tidak dapat lagi diberikan. 6) Pengecualian terhadap angka 5) diberikan kepada Pengusaha Kena Pajak yang memperoleh persetujuan penanaman modal yang tanggal persetujuan atau perluasannya diterbitkan sebelum tanggal 1 April 1998 yang melakukan impor atau perolehan barang modal selain barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik dalam keadaan terpasang maupun terlepas yang diperlukan untuk proses menghasilkan Barang Kena Pajak, tidak termasuk suku cadang dan jangka waktu diberikannya fasilitas tersebut adalah 3 (tiga) tahun sejak tanggal diterbitkannya surat persetujuan tersebut. Demikian untuk menjadi maklum. Direktur, ttd. Drs. Moch. Soebakir NIP. 060020875 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak 2. Direktur Jenderal Bea dan Cukai 3. Direktur Jenderal Pertambangan Umum 4. Direktur Peraturan Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak 5. PT. KJA