DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 26 September 1995 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1974/PJ.52/1995 TENTANG IZIN PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 17 Mei 1995 perihal tersebut pada pokok surat, diketahui bahwa : 1. PT. XYZ adalah Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha perdagangan barang kebutuhan sehari-hari. PT. XYZ didirikan dengan pemegang saham mayoritas (90,9%) PT. ABC. Usaha PT. XYZ sama dengan usaha PT. ABC yaitu sebagai Makro Store. PT. XYZ dengan PT. ABC telah mengadakan Royalty dan management agreement, yang berisi kesepakatan sebagai berikut : a. Merek usaha yang dipakai oleh PT. XYZ adalah merk usaha yang dipakai PT. ABC yaitu merk "Makro". b. Pembeli pada umumnya adalah badan atau pengecer yang harus menjadi anggota. Setiap anggota dipungut uang iuran tahunan. c. PT. ABC menyediakan fasilitas komputer, sehingga operasi PT. XYZ sama dengan operasi PT. ABC antara lain dalam pengertian sebagai berikut : 1. Comercial invoice akan sekaligus berfungsi sebagai Faktur Pajak; 2. Kebijaksanaan pembelian dan pembayaran secara terpusat yang akan dikelola oleh PT. ABC. 2. Atas dasar hal tersebut di atas, PT. XYZ mengajukan permohonan persetujuan/ijin atas : a. Penerbitan Faktur Pajak yang telah dimodifikasi sekaligus berfungsi sebagai Faktur Pajak Komersial. b. Membuat dan melampirkan Lampiran Pajak Keluaran I (Formulir 1195 A1) yang telah dimodifikasi. c. Tidak membuat lembar ke-2 Faktur Pajak, dan sebagai gantinya menyampaikan flopy diskette kepada Pusat PDIP Ditjen Pajak yang isinya sama dengan copy lampiran 1195 A1. d. Membuat Faktur Pajak negatif untuk retur penjualan, yaitu Faktur Pajak Standar yang telah dimodifikasi dengan memakai nomor seri yang sesuai dengan nomor seri Faktur Pajak Standar yang telah dimodifikasi. e. Membuat Faktur Pajak Sederhana dengan cara menghilangkan kode 5 (lima) huruf dan NPWP pada Faktur Pajak dan mencantumkan kalimat "Sederhana" pada Faktur Pajak. Dari uraian permasalahan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : 1. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-53/PJ./1994 tanggal 29 Desember 1994 tentang penetapan saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara, penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak Standar tidak mengatur tentang pengecualian, termasuk pengecualian tentang bentuk dan ukuran Faktur Pajak Standar (ukuran kuarto), dan Pasal 8 menyebutkan bahwa ketentuan- ketentuan lain yang bertentangan dengan keputusan ini dinyatakan tidak berlaku. 2. Dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-53/PJ./1994 tanggal 29 Desember 1994 tersebut pada butir 13 menyebutkan bahwa Faktur Pajak harus diisi dengan Nama, Jabatan, dan tanda tangan orang yang diberi wewenang oleh Pengusaha Kena Pajak untuk (PKP) menanda tangani Faktur Pajak dan cap tanda tangan tidak diperkenankan dibubuhkan pada Faktur Pajak. 3. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.52/1995 tanggal 26 Januari 1995, pada huruf A (Faktur Pajak Standar) butir 2 disebutkan bahwa "Apabila diinginkan, PKP dapat menyesuaikan ukuran kolom-kolom dari Faktur Pajak, namun tidak diperkenankan menambah atau mengurangi kolom yang sudah ada." 4. Memperhatikan contoh Faktur Pajak yang Saudara usulkan ternyata : a. Bentuk dan ukuran Faktur Pajak Standar tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-53/PJ./1994 tanggal 29 Desember 1994. b. Tidak mencantumkan Nama, Jabatan, dan tanda tangan orang yang diberi wewenang menanda tangani. c. Pada design Faktur Pajak telah dilakukan penambahan kolom (nomor artikel dan kode PPN). 5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, bentuk dan design Faktur Pajak yang telah Saudara modifikasi agar disesuaikan dengan bentuk dan design menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya kolom Nomor Artikel dan kolom Kode PPN dijadikan satu dengan kolom Nama Barang. Selain itu pada Faktur Pajak harus mencantumkan nama, jabatan, dan tanda tangan orang yang diberi wewenang menanda tangani Faktur Pajak tersebut. 6. Saudara mengusulkan pembuatan Faktur Pajak Negatif untuk retur penjualan, yaitu Faktur Pajak Standar yang telah dimodifikasi dengan memakai nomor seri sesuai dengan nomor seri Faktur Pajak Standar yang telah dimodifikasi. Dalam surat Saudara tidak menyebutkan kapan Faktur Pajak Negatif dibuat, dan juga tidak menyebutkan administrasi selanjutnya dari Faktur Pajak Negatif (apakah dikirim ke pembeli) dan juga administrasi dari nota retur yang dibuat oleh pembeli. Dengan pertimbangan : a. Bahwa Pasal 1 huruf t UU Nomor 11 TAHUN 1994 tentang PPN & PPn BM menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) atau oleh Dirjen Bea dan Cukai karena impor BKP. b. Bahwa pengembalian BKP oleh pembeli akan dapat berakibat pada Pajak Keluaran (PK) PKP penjual, Pajak Masukan (PM) PKP pembeli, Harta atau biaya PKP pembeli dsb., dan ketentuan tentang Tata Cara Pengurangan PPN dan PPn BM untuk BKP yang dikembalikan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 yang dalam Pasal 3 antara lain mengatur bahwa yang membuat dan menyampaikan Nota Retur kepada PKP Penjual adalah pembeli, sedangkan PKP penjual tidak lagi membuat Faktur Pajak. Maka dengan ini diberitahukan bahwa usulan pembuatan Faktur Pajak Negatif (dengan kelengkapan yang sama dengan Faktur Pajak Standar) tidak dapat disetujui, karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian agar Saudara maklum. DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd FUAD BAWAZIER