DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 26 September 2000 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1714/PJ.52/2000 TENTANG PEMBEBASAN PAJAK KENDARAAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor, tanggal 28 Juli 2000 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami beritahukan sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa : 1.1. Saudara telah menerima surat dari Direktur Jenderal Pajak tentang penegasan permohonan pembebasan Pajak dalam rangka impor kendaraan sebagai berikut : a. Nomor S-3118/PJ.52/1999 tanggal 31 Desember 1999 mengenai hibah kendaraan Toyota Kijang Minibus Tahun 1994 No. Formulir B No. 387/Insp/A.III/1195/B tanggal 14 Pebruari 1999. b. Nomor S-65/PJ.52/2000 tanggal 24 Januari 2000 mengenai hibah kendaraan Toyota Corona Ex Salon 2000 tahun 1997 No. Formulir B No. 076/KP.02/VII99/B tanggal 19 Juli 1999. c. Nomor S-3121/PJ.52/1999 tanggal 31 Desember 1999 mengenai hibah kendaraan Toyota Corona Ex Salon 1600 tahun 1991 No. Formulir B No. 158/Inspal.III/X/91/B tanggal 18 Oktober 1991. 1.2. Ketiga kendaraan tersebut telah dihibahkan dari kedutaan besar RF. Jerman kepada Project Linking Banks and Self Help Groups in Indonesia (PPHBK) Bank Indonesia. 1.3. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Saudara memohon pembebasan pajak kendaraan, karena kendaraan tersebut masih dipakai untuk operasional Bank Indonesia. 2. Ketentuan yang berkenaan dengan permasalahan yang Saudara kemukakan adalah sebagai berikut : 2.1. Pasal 4 huruf a Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, bahwa PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. Selanjutnya dalam Penjelasannya dinyatakan bahwa penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut : - barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP, - barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud, - penyerahan dilakukan di Daerah Pabean, - penyerahan dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan. 2.2. Pasal 1 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1955, terhadap barang-barang untuk keperluan pejabat-pejabat lembaga Internasional/negara asing/organisasi-organisasi Internasional serta ahli-ahli bangsa asing yang mengadakan perjanjian/ikatan khusus dengan pemerintah diberikan fasilitas pembebasan Bea Masuk dengan syarat bahwa pihak pengimpor tidak boleh mengubah tujuan dari barang-barang tersebut selain untuk keperluan lembaga- lembaga/badan-badan dimaksud. 2.3. Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999, bahwa atas impor BKP yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan Pabean dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. 2.4. Pasal 2 huruf a dan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 132/KMK.04/1999 tanggal 8 April 1999 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor BKP Yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk : 2.4.1. Pasal 2 huruf a : PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut terhadap impor BKP berupa barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan azas timbal balik. 2.4.2. Pasal 4 : Apabila orang pribadi atau badan yang mendapat fasilitas pembebasan PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ternyata kemudian mengalihkan BKP dimaksud kepada pihak lain, PPN dan PPnBM yang seharusnya terutang harus dibayar kembali ditambah sanksi administrasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut pada butir 2 dan memperhatikan isi surat Saudara tersebut pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan bahwa karena ketiga kendaraan tersebut pada butir 1.1 di atas telah dihibahkan, berarti telah berubah dari tujuan semula, maka PPN dan PPnBM yang seharusnya terutang pada saat impor harus dibayar kembali ditambah sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Hal tersebut sesuai dengan penegasan dalam 3 (tiga) surat Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang tembusannya ditujukan kepada Pimpinan Bank Indonesia dan Kedutaan Besar RF Jerman, sebagai berikut : 3.1. Nomor S-3118/PJ.52/1999 tanggal 31 Desember 1999 butir 4.1 untuk kendaraan Toyota Kijang Minibus tahun pembuatan 1994. 3.2. Nomor S-3121/PJ.52/1999 tanggal 31 Desember 1999 butir 4.1 untuk kendaraan Toyota Corona ex Salon 1600 tahun pembuatan 1991. 3.3. Nomor S-65/PJ.52/2000 tanggal 24 Januari 2000 butir 4.1 untuk kendaraan Toyota Corona ex Salon 2000 tahun pembuatan 1997. Demikian untuk dimaklumi. Direktur Jenderal Pajak, ttd. Machfud Sidik NIP 060043114 Tembusan : 1. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan 2. Direktur Jenderal Bea dan Cukai 3. Pimpinan Bank Indonesia 4. Duta Besar RF Jerman 5. Direktur PPN dan PTLL 6. Direktur Peraturan Perpajakan