DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 1 November 1995 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 165/PJ.32/1995 TENTANG PENGENAAN PPN DAN PPh DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : 1XXX tanggal 21 Agustus 1995 perihal seperti tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut : 1. Pajak Pertambahan Nilai Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, tarip PPN atas Barang Kena Pajak yang dikonsumsi di dalam Daerah Pabean adalah 10% (sepuluh persen). Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka impor komponen mesin fotokopi yang produk jadinya akan dipasarkan di Indonesia, impor komponen mesin fotokopi yang produk jadinya akan direekspor, dan impor komponen mesin fotokopi yang produk jadinya akan dipasarkan baik di Indonesia maupun di reekspor dikenakan PPN dengan tarip 10%. Dengan adanya tarip tunggal untuk PPN maka tidak terdapat kemungkinan untuk menentukan tarip ideal yang paling rendah. 2. Pajak Penghasilan A. Sesuai dengan ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 yang berbunyi sebagai berikut : (1) Menteri Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. (2) Ketentuan mengenai dasar pemungutan, sifat dan besarnya pungutan, tata cara penyetoran, dan tata cara pelaporan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan. B. Dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 599/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994, tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, sifat dan besarnya pungutan, serta tata cara penyetoran dan pelaporannya, antara lain dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a ditentukan bahwa : Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor : 1) yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor. 2) yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor. C. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, maka impor komponen mesin fotokopi yang produk jadinya akan dipasarkan di Indonesia, impor komponen mesin fotokopi yang produk jadinya akan direekspor, dan impor komponen mesin fotokopi yang produk jadinya akan dipasarkan baik di Indonesia maupun direekspor dikenakan PPh Pasal 22 dengan perincian tarip sebagai berikut : C.1. Dalam hal impor dilakukan oleh importir yang menggunakan API besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 impor sebesar 2,5% (dua setengah persen)dari nilai impor. C.2. Dalam hal impor dilakukan oleh importir yang tidak menggunakan API besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 impor sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor. D. Ketentuan besarnya pungutan tersebut tidak dibedakan apakah produk jadinya akan dipasarkan di Indonesia ataupun akan direekspor. E. PPh Pasal 22 impor yang telah dipungut dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak dari Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan. 3. Sesuai ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 854/KMK.01/1993 tanggal 23 Oktober 1993 fasilitas pajak yang dapat diperoleh untuk industri di Kawasan Berikat adalah : a. atas pemasukan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia lainnya ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak pungut. b. atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi dalam Kawasan Berikat tidak dipungut Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Penghasilan Pasal 22, PPN dan PPn BM. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN ttd ABRONI NASUTION