DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 10 Juli 1998 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1519/PJ.52/1998 TENTANG PENEGASAN PENGENAAN PPN OLEH WAJIB PUNGUT (WAPU) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 5 Mei 1998 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini dapat diberikan penjelasan dan penegasan sebagai berikut : 1. Surat Saudara secara garis besar memuat bahwa pihak PLN tidak membayar tagihan atas penjualan oli yang Saudara lakukan ke pihak PLN karena pihak PLN menganggap PT. XYZ Agung mengenakan PPN dua kali untuk barang yang sama. 2. Adapun peraturan/ketentuan yang berlaku sampai saat ini yang berhubungan dengan pertanyaan Saudara adalah : Sesuai dengan butir 1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-06/PJ.51/1991 tanggal 8 Februari 1991 perihal PPN atas penyerahan BBM/non BBM oleh Agen Resmi Pertamina, ditegaskan bahwa atas penyerahan BBM/non BBM oleh Agen Resmi Pertamina harus mengenakan PPN pada saat penyerahan BBM/non BBM kepada pihak manapun juga.Dalam hal BBM dan non BBM tersebut diserahkan kepada Badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai pemungut PPN/PPn BM berdasarkan Keppres Nomor 56 TAHUN 1988, maka PPN yang dikenakan akan dipungut dan diserahkan ke Kas Negara oleh pemungut PPN/PPn BM untuk dan atas nama serta merupakan Pajak Keluaran bagi Agen Resmi Pertamina tersebut. Atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut Agen Resmi Pertamina tetap harus membuat Faktur Pajak. 4. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas : a. PT. PLN sebagai Pemungut PPN berkewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terhutang oleh PT.Kande Agung atas penyerahan oli kepada PT. PLN. b. PT. XYZ yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (oli) kepada Pemungut PPN (PT. PLN) atas kelebihan Pajak Masukannya dapat diajukan permohonan restitusi pada setiap Masa Pajak, sepanjang Pajak Masukan tersebut berasal dari Barang Kena Pajak yang diserahkan kepada Pemungut PPN. c. Mekanisme PPN. 1. Atas penyerahan oli (BKP) dari Pertamina kepada PT. XYZ (BKP), atas penyerahan tersebut PT. XYZ dipungut PPN oleh Pertamina sehingga PPN tersebut merupakan Pajak Masukan bagi PT. XYZ. 2. Penyerahan BKP (oli) kepada PT. PLN oleh PT. XYZ, seharusnya PT. XYZ memungut PPN sebagai Pajak Keluarannya tetapi karena pembeli adalah sebagai Pemungut PPN (PT. PLN) maka atas penyerahan BKP tersebut PT. PLN yang memungut, menyetor dan melaporkan PPN atas nama PT. XYZ. 5. Contoh perhitungan PPN yang akan dilakukan oleh Agen Resmi Pertamina adalah sebagai berikut : a. Misalkan Harga Dasar Penjualan BBM/non BBM dari Pertamina kepada Agen Resmi Pertamina sebesar Rp. 2.750,-, maka perhitungan PPN adalah sebagai berikut : Harga Dasar Rp. 2.750,- PPN 10% Rp. 275,- _________ Jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Agen Resmi Pertamina Rp. 3.025,- PPN sebesar Rp. 275,- merupakan Pajak Masukan bagi Agen Resmi Pertamina. Selanjutnya apabila Agen tersebut menjual BBM/non BBM tersebut ke PT. PLN misalnya dengan harga dasar Rp. 3.025,-, maka perhitungan PPN adalah sebagai berikut : Harga Dasar Rp. 3.025,00 PPN 10% Rp. 302,50 ___________ Harga jual Agen Resmi Pertamina Rp. 3.327,50 PPN sebesar Rp. 302,50 dipungut dan disetorkan oleh PT. PLN ke Kas Negara untuk dan atas nama serta merupakan Pajak Keluaran bagi Agen Resmi Pertamina tersebut. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BBM/non BBM) tersebut, Agen Resmi Pertamina tetap harus membuat Faktur Pajak sebesar Rp. 3.327,50. b. Berdasarkan perhitungan tersebut di atas nampak bahwa pihak PT. PLN hanya membayar sekali PPN yaitu pada saat penyerahan BBM/non BBM oleh Agen Resmi Pertamina kepada pihak PT. PLN yaitu sebesar Rp. 302,50. PPN sebesar Rp. 302,50 tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi Agen Resmi Pertamina, dan merupakan Pajak Masukan bagi PT. PLN. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR PPN DAN PTLL ttd A. SJARIFUDDIN ALSAH