DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 14 Februari 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 131/PJ.313/2005 TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS DANA PENSIUN DAN DANA PESANGON DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 30 September 2004, dengan ini kami sampaikan hal- hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut: a. PT ABC telah mendapat izin pengelolaan Dana Pensiun Lembaga Keuangan dari Menteri Keuangan dengan Surat Keputusan Nomor XXX dengan nama DPLK ABC, dan pada umumnya iuran dana pensiun yang disetorkan ke dalam program Dana Pensiun Lembaga Keuangan terdiri dari: 1) Iuran Normal Bulanan, yaitu iuran pensiun yang disetorkan oleh pemberi kerja atas nama peserta atau oleh peserta atau kedua-duanya secara bulanan ke Dana pensiun; 2) Past Service Liability (PSL), yaitu cadangan iuran pensiun yang dibentuk untuk penghargaan masa kerja lampau karyawan, sesuai dengan lamanya pengabdian, dan akan dibayarkan oleh perusahaan ke Dana Pensiun atas nama peserta pada saat kondisi keuangan perusahaan memungkinkan. b. Saudara menanyakan: 1) Apakah pembayaran PSL dari pemberi kerja atas nama peserta kepada Dana Pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak oleh perusahaan pemberi kerja; 2) Apakah pembayaran uang pesangon yang dialihkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja baik secara sekaligus maupun secara bertahap oleh pemberi kerja dapat dibebankan sebagai biaya oleh pemberi kerja dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Perusahaan; 3) Apakah PT ABC sebagai pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja selain wajib memotong PPh Pasal 21 saat membayar dana pesangon, apakah masih harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% atas bunga investasi yang sebelumnya sudah dipotong oleh pihak bank; 4) Apakah PT ABC wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% atas bunga kupon dan gain obligasi yang sebelumnya sudah dipotong oleh pihak ketiga. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa: a. Pasal 4 ayat (3) huruf g, yang tidak termasuk Objek Pajak adalah antara lain iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; b. Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf c, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi antara lain biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang serta iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; c. Pasal 9 ayat (1) huruf c, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan antara lain pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan ; d. Pasal 23 ayat (1) huruf a, atas penghasilan antara lain bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto. 3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 131 TAHUN 2000 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, diatur bahwa atas bunga Deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan BUT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenakan PPh final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto. 4. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 350/PJ./2001 tentang Perlakuan Perpajakan atas Uang Pesangon yang Dialihkan kepada Dana Pesangon Tenaga Kerja sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 649/PJ./2001, antara lain diatur bahwa: a. Pasal 1 huruf a, uang pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada karyawan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian ; b. Pasal 3 ayat (1), pada saat tanggung jawab pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja melalui pembayaran uang pesangon secara sekaligus, karyawan dianggap telah menerima hak atas manfaat uang pesangon sehingga pemberi kerja wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2; c. Pasal 3 ayat (2), bunga atas tabungan uang pesangon yang merupakan hak karyawan akan diberikan oleh pengelola dana pesangon tenaga kerja pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadinya PHK yang terlebih dahulu dipotong PPh dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bukan bank maka dipotong Pajak Penghasilan sebesar 15% dari jumlah bruto, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan; 2) Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bank maka dipotong PPh Final sebesar 20% dari jumlah bruto berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Nomor 131 TAHUN 2000. d. Pasal 3 ayat (3), pada saat pengelola dana pesangon tenaga kerja membayar uang pesangon kepada karyawan, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 karena PPh Pasal 21-nya telah dibayar pada saat pengalihan uang pesangon dari pemberi kerja kepada badan pengelola dana pesangon tenaga kerja; e. Pasal 4 ayat (1), pada saat tanggung jawab pembayaran uang pesangon dialihkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja melalui pembayaran uang pesangon secara bertahap, pemberi kerja tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembentukan uang pesangon tersebut; f. Pasal 4 ayat (2), pada saat pengelola dana pesangon tenaga kerja membayar uang pesangon kepada karyawan, pengelola dana pensiun tenaga kerja wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana ketentuan Pasal 2; g. Pasal 4 ayat (3), bunga atas tabungan uang pesangon yang merupakan hak karyawan harus diberikan oleh pengelola dana pesangon tenaga kerja bersamaan dengan pembayaran uang pesangon kepada karyawan yang bersangkutan yang terlebih dahulu dipotong PPh sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). 5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini kami tegaskan bahwa: a. Perusahaan pemberi kerja dapat membebankan iuran pensiun baik iuran normal bulanan maupun Past Service Liability (PSL) atas nama karyawan yang dibayarkan kepada Dana Pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak; b. Dana cadangan yang dibentuk oleh perusahaan dalam rangka program pesangon tidak dapat dibebankan sebagai pengurang/biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak; c. Pemberi kerja dapat membebankan pembayaran uang pesangon untuk karyawannya kepada pengelola dana pesangon baik yang dibayarkan secara sekaligus maupun secara bertahap, sebagai biaya dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak: - Dalam hal pembayaran uang pesangon secara sekaligus, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pemberi kerja pada saat pembayaran sekaligus kepada pengelola dana pesangon; - Dalam hal pembayaran uang pesangon secara bertahap, pemotongan PPh Pasal 21 baru dapat dilakukan pada saat pembayaran uang pesangon kepada karyawan yang bersangkutan, meskipun pembebanan sebagai biaya bagi pemberi kerja telah dapat dilakukan sebelumnya; d. Apabila dana pesangon disimpan di bank atau investasikan dalam bentuk lain seperti obligasi, baik atas nama karyawan ataupun atas nama PT ABC, maka bank atau pihak yang membayarkan bunga dan atau diskonto wajib memotong PPh final sebesar 20% dan PT ABC tidak perlu lagi memotong PPh Pasal 23. A.n DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR ttd HERRY SUMARDJITO