DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 20 September 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1151/PJ.5/2001 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK ATAS PPN IMPOR DENGAN KODE LOKASI YANG BERBEDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor xxxxxxxxx tanggal 18 Juli 2001 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa PT. HLU terhitung sejak tanggal 4 Desember 200 telah pindah dari KPP Jakarta Sawah Besar ke KPPP Jakarta Penjaringan, sehingga sejak Masa Pajak Desember 2000 perusahaan telah melaporkan SPT Masa PPN di KPP Jakarta Penjaringan. Sebagian dokumen perpajakan (Faktur Pajak dan PIB) yang masih menggunakan kode KPP lama dipermasalahkan oleh KPP Jakarta Penjaringan. Atas permasalahan tersebut perusahaan mohon penjelasan apakah perusahaan berhak untuk melaporkan Faktur Pajak yang memakai identitas KPP Lama di KPP Jakarta Penjaringan. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 antara lain mengatur: a. Pasal 9 ayat (2) bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. b. Pasal 9 ayat (8) diatur tentang Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. c. Pasal 9 ayat (9) bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. d. Pasal 12 ayat (1) bahwa Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 3. Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 diatur bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatanganinya serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan. 4. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 diatur bahwa : a. Pasal 12 ayat (1), Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. b. Pasal 12 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan tempat lain selain tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, baik atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak ataupun secara jabatan. 5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas dan dengan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : a. Terhitung sejak tanggal 4 Desember 2000 PT. HLU wajib menerbitkan Faktur Pajak dengan menggunakan identitas KPP baru (KPP Jakarta Penjaringan) dan untuk Masa Pajak Desember 2000 dan Masa Pajak selanjutnya PT. HLU wajib memasukkan SPT Masa PPN di KPP Jakarta Penjaringan. b. Dokumen perpajakan seperti Faktur Pajak, SSP, PIB, PEB dll yang masih menggunakan identitas KPP lama dapat dilaporkan di KPP baru. c. Dengan demikian Pajak Masukan yang Faktur Pajaknya masih menggunakan identitas KPP Jakarta Sawah Besar dapat dikreditkan di KPP Jakarta Penjaringan sepanjang Pajak Masukan tersebut memenuhi ketentuan : - Tidak termasuk kategori Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (8) UU PPN; - Terhadap Masa Pajak dimana Faktur Pajak tersebut diterbitkan belum dilakukan pemeriksaan; - PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut belum dibiayakan. - Dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama atau dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan. Dalam hal jangka waktu tersebut telah terlampaui pengkreditan Pajak Masukan tersebut dapat dilakukan dengan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan. Demikian untuk dimaklumi. a.n. Direktur Jenderal Pajak Direktur PPN dan PTLL ttd. I Made Gde Erata NIP. 060044249 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Peraturan Perpajakan; 3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Penjaringan; 4. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Sawah Besar.