DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 13 Desember 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1039/PJ.52/2005 TENTANG PERMOHONAN PEMBEBASAN PPN IMPOR UNTUK NON PROJECT TYPE GRANT AID 2002 DARI JEPANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 12 Agustus 2005 perihal Permohonan Pembebasan PPN Impor untuk Non Project Type Grant Aid 2002 dari Jepang, dapat kami jelaskan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut : a. Pemerintah Indonesia mendapat bantuan "Non Project Type Grant Aid" tahun 2002 dari pemerintah Jepang melalui koordinasi Bappenas dan Departemen Pekerjaan Umum serta Departemen Keuangan berupa pengadaan bahan jalan asphalt drum. b. Bantuan tersebut berdasarkan "Exchange of Note" tanggal 25 Oktober 2002 dengan XYZ sebagai pelaksana pengadaan barang, sedangkan pengguna barang adalah PT ABC. c. Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara memohon pembebasan PPN atas impor bantuan asphalt drum. 2. Berdasarkan Perjanjian Pemanfaatan Dana Hibah Non-Project Grant Aid 2002 dapat dikemukakan hal- hal sebagai berikut : a. Pihak-pihak yang terlibat adalah : 1) Pemerintah Indonesia yang diwakili Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Pekerjaan Umum, dan Departemen Keuangan sebagai PIHAK PERTAMA. 2) PT ABC sebagai PIHAK KEDUA. b. Pemerintah Jepang pada tahun anggaran 2002 memberikan hibah dalam bentuk Non-Project Grant Aid sebesar Y 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) untuk selanjutnya disebut "hibah" kepada pemerintah Indonesia untuk mendukung neraca pembayaran luar negeri sesuai dengan Exchange of Note tanggal 25 Oktober 2002. c. PIHAK PERTAMA telah mendapat persetujuan dari pemerintah Jepang untuk memanfaatkan sebagian dana hibah tahun anggaran 2002 maksimal sebesar USD 6.119.740 (enam juta seratus sembilan puluh ribu tujuh ratus empat puluh Dollar Amerika). d. PIHAK PERTAMA bermaksud memanfaatkan dana-dana tersebut untuk mengimpor Asphalt yang digunakan oleh PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA menyetujui untuk melaksanakan pengaturan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam perjanjian. e. PIHAK PERTAMA mengimpor barang yang dipesan PIHAK KEDUA sebagaimana diuraikan pada kontrak pengadaan (Purchase Contract) No. XXX tanggal 1 Agustus 2005 untuk pembelian Asphalt. f. PIHAK PERTAMA setuju untuk menyalurkan barang sebagaimana tercantum dalam Purchase Contract No. XXX kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA menyetujui untuk menyalurkan barang dari PIHAK PERTAMA sesuai dengan ketentuan dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam perjanjian. 3. Pasal 16 B huruf c Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, mengatur bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk impor Barang Kena Pajak Tertentu. 4. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002 diatur bahwa atas impor Barang Kena Pajak yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan Pabean dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2001, antara lain mengatur : a. Pasal 1, Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dibebaskan. b. Pasal 2, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut. 6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000, antara lain mengatur : a. Pasal 1, dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : - Huruf a, Proyek Pemerintah adalah proyek yang tercantum dalam Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, termasuk proyek yang dibiayai dengan Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP)/Subsidiary Loan Agreement (SLA). - Huruf c, Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali. - Huruf d, dokumen lain yang dipersamakan dengan DIP adalah dokumen rencana anggaran tahunan proyek, yang ditampung dalam Daftar Isian Pembiayaan Proyek (DIPP), Surat Pengesahan Anggaran Biaya Proyek (SPABP), Rencana Pembiayaan Tahunan (RPT), Surat Rincian Pembiayaan Proyek Perkebunan (SRP3), Rencana Anggaran Biaya (RAB), Daftar Isian Penerusan Pinjaman Luar Negeri (DIPPLN), Surat Keputusan Otorisasi (SKO), dan dokumen lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. - Huruf e, Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP) atau Sub-sidiary Loan Agreement (SLA) adalah perjanjian penerusan pinjaman antara Pemerintah RI cq. Departemen Keuangan dengan BUMN/BUMD/PEMDA sehubungan dengan proyek yang dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA dan dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri yang diteruspinjamkan (two step loan). b. Pasal 3 ayat (1), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang sejak 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut. 7. Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 616/PMK.03/2004, antara lain mengatur : - Ayat (1), atas impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut PPN dan PPn BM berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. - Ayat (2), menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), atas impor sebagian Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, tidak dipungut PPN dan PPn BM. - Ayat (3), Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah : a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan azas timbal balik; b. barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia; c. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan; d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum; e. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; f. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya; g. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; h. barang pindahan Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, mahasiswa yang belajar di luar negeri, Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Republik Indonesia yang bertugas di luar negeri sekurang- kurangnya selama 1 (satu) tahun, sepanjang barang tersebut tidak untuk diperdagangkan dan mendapat rekomendasi dari Perwakilan Republik Indonesia setempat; i. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean; j. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum; k. perlengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan; l. barang impor sementara sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 615/PMK.04/2004. 8. Berdasarkan ketentuan-ketentuan pada butir 3 sampai dengan 7 dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 serta 2, dengan ini ditegaskan sebagai berikut : a. impor Asphalt sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 dilakukan tidak dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah sebagaimana dimaksud pada butir 6. b. Namun demikian impor Asphalt tersebut termasuk dalam barang impor yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum sesuai dengan butir 7 ayat (3) huruf j, sehingga atas impor Asphalt tersebut Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR, ttd. A. SJARIFUDDIN ALSAH