DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 28 Januari 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 101/PJ.51/2002 TENTANG PERTIMBANGAN PPN 10% IMPOR SAPI BIBIT BAKALAN POTONG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 3 Desember 2001 hal Pertimbangan PPN 10% Impor Sapi Bibit Bakalan Potong yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara tersebut secara garis besar mengemukakan hal-hal sebagai berikut : a. Dengan adanya kebijakan Pemerintah tentang pengenaan PPN 10% terhadap impor sapi bakalan, akan menyebabkan terjadinya gejolak supply dan demand, penurunan populasi ternak sapi serta akan mengganggu program ketahanan pangan untuk peternakan di Jawa Timur. b. Saudara memohon agar PPN 10% untuk impor ternak sapi bakalan potong ditinjau ulang atau dicabut/dibebaskan. 2. Sesuai Pasal 4 huruf b Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 dan penjelasannya, diatur antara lain bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang Kena Pajak. Siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak. 3. Sesuai Pasal 4A ayat (2) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 dan penjelasannya jo. Pasal 1 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, bahwa : a. Kelompok barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah : - barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya; - barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; - makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya; dan - uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. b. Jenis barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak adalah: - beras; - gabah; - jagung; - sagu; - kedelai; dan - garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium. 4. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001, diatur antara lain bahwa atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 5. Sesuai Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Atau Keringanan Bea Masuk Atas Impor Bibit Dan Benih Untuk Pembangunan Dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan Atau Perikanan, bahwa yang dimaksud dengan bibit dan benih adalah segala jenis tumbuhan atau hewan yang nyata-nyata untuk dikembangbiakkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. 6. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dengan ini kami tegaskan bahwa : a. Sapi bakalan potong merupakan Barang Kena Pajak. b. Atas impor sapi bakalan potong dikenakan Pajak Pertambahan Nilai karena tidak termasuk dalam pengertian bibit yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 7. Perlu kami sampaikan bahwa Menteri Keuangan telah memberikan penegasan mengenai pengenaan PPN atas impor sapi bakalan melalui surat yang ditujukan kepada Menteri Pertanian Nomor S-538/MK.03/2001 tanggal 20 Desember 2001 hal PPN atas impor sapi bibit bakalan (terlampir). Demikian agar Saudara maklum. DIREKTUR JENDERAL ttd HADI POERNOMO