PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH PELAYANAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 131 Tahun 2000, dan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 24 Tahun 2001 telah ditetapkan Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Terminal Angkutan Jalan; b. bahwa dengan diberlakukannya Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah dan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 126 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Daerah, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Keputusan Gubernur Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan Gubernur Nomor 24 Tahun 2001 sebagaimana tersebut pada huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta untuk menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas dan peningkatan pelayanan dalam rangka pemungutan retribusi daerah, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Daerah Pelayanan Perhubungan. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 TAHUN 2000; 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta; 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 66 TAHUN 2001 tentang Retribusi Daerah; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 9. Keputusan Presiden Nomor 80 TAHUN 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006; 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah; 12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah; 13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Penerimaan Pendapatan Lain-lain; 14. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 15. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah; 16. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai dan Danau, serta Penyeberangan di Provinsi DKI Jakarta; 17. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Daerah; 18. Keputusan Gubernur Nomor 79 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perhubungan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 19. Keputusan Gubernur Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Dinas Perhubungan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 20. Keputusan Gubernur Nomor 108 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2007; 21. Peraturan Gubernur Nomor 112 Tahun 2005 Pengadaan dan Pengendalian Benda-Benda Berharga sebagai sarana Pemungutan Retribusi Daerah; 22. Peraturan Gubernur Nomor 126 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Daerah. MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN GUBERNUR TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH PELAYANAN PERHUBUNGAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 2. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 3. Badan Pengawasan Daerah adalah Badan Pengawasan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 4. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 5. Kepala Dinas Pendapatan Daerah adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 6. Dinas Perhubungan Daerah adalah Dinas Perhubungan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 7. Kepala Dinas Perhubungan Daerah adalah Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 8. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disingkat UPT adalah UPT Pengujian Kendaraan Bermotor, UPT Terminal Angkutan Jalan, UPT Pelabuhan Penyeberangan, UPT Pelabuhan Laut, UPT Bis Sekolah, UPT Perparkiran pada Dinas Perhubungan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 9. Kepala UPT adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Perhubungan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 10. Biro Keuangan adalah Biro Keuangan pada Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 11. Kepala Biro Keuangan adalah Kepala Biro Keuangan pada Sekretariat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 12. Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah adalah Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 13. Sistem Informasi Pemungutan Retribusi Daerah adalah sistem yang menghubungkan kegiatan pemungutan retribusi daerah antara Dinas Perhubungan dengan sistem informasi Dinas Pendapatan Daerah; 14. Bendahara Penerimaan adalah setiap orang yang ditunjuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Dinas Perhubungan; 15 Bendahara Penerimaan Pembantu adalah setiap orang yang ditunjuk menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Dinas Perhubungan; 16. Retribusi Daerah Pelayanan Perhubungan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Dinas Perhubungan untuk kepentingan orang pribadi atau badan; 17. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu; 18. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya; 19. Penghitungan Retribusi Daerah adalah rincian besarnya Retribusi yang harus dibayar oleh Wajib Retribusi (WR), baik pokok Retribusi, bunga, tambahan pembayaran Retribusi, kelebihan pembayaran Retribusi, maupun sanksi administrasi; 20. Surat Ketetapan Restribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Ketetapan yang menentukan besarnya retribusi daerah terutang yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Perhubungan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Wajib Retribusi; 21. Surat Ketetapan Restribusi Daerah Jabatan yang selanjutnya disingkat SKRD Jabatan adalah surat ketetapan retribusi daerah terutang yang diterbitkan karena jabatan oleh Kepala Dinas Perhubungan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Retribusi tidak mengajukan permohonan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 22. Surat Ketetapan Restribusi Daerah Tambahan yang selanjutnya disingkat SKRD Tambahan adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah retribusi terutang yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Perhubungan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap; 23. Piutang Retribusi Daerah adalah retribusi yang tidak dilunasi oleh Wajib Retribusi sampai batas waktu bayar dan merupakan tagihan kepada Wajib Retribusi berupa pokok retribusi beserta sanksi administrasi baik berupa bunga, dan/atau denda yang harus dilunasi oleh Wajib Retribusi yang tercantum dalam SKRD Tambahan, SKRD Jabatan, dan SKRD sebagai akibat pemberian jasa/ pelayanan yang sudah diberikan oleh Pemerintah Daerah; 24 Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi terutang dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda; 25. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang; 26. Dokumen lain yang dipersamakan yang selanjutnya disebut dokumen yang dipersamakan adalah benda berharga berupa karcis atau sarana khusus yang diolah dengan menggunakan perangkat elektronik, kartu langganan, kuitansi, dan sejenisnya yang mempunyai nilai nominal sesuai dengan tarif menurut peraturan daerah yang berlaku dan berfungsi sama dengan ketetapan; 27. Surat Tanda Setor Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut STSRD adalah surat yang digunakan oleh Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu untuk menyetorkan hasil pungutan Retribusi kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah; 28. Surat Pembayaran Angsuran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPARD adalah surat yang digunakan untuk membayar retribusi secara angsuran yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Perhubungan sesuai Surat Pernyataan Kesanggupan Pembayaran Secara Angsuran; 29. Surat Keputusan Persetujuan/Penolakan Pembayaran Angsuran Retribusi Daerah adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Perhubungan yang memuat persetujuan atau penolakan permohonan pembayaran secara angsuran yang diajukan oleh Wajib Retribusi; 30. Surat Pernyataan Kesanggupan Pembayaran Angsuran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPKPARD adalah surat pernyataan yang dibuat oleh Wajib Retribusi yang menyatakan kesanggupan pembayaran retribusi daerah Secara Angsuran; 31. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan/ atau keterangan lainnya dalam rangka untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi daerah. BAB II JENIS PELAYANAN DAN SARANA PEMUNGUTAN Pasal 2 (1) Jenis Pelayanan Perhubungan terdiri dari: a. pengujian kendaraan bermotor; b. pemakaian terminal penumpang mobil bus dan terminal mobil barang; c. pemakaian fasilitas lainnya di terminal penumpang mobil bus; d. pemakaian fasilitas terminal mobil barang; e. pemakaian pangkalan taxi; f. pemakaian fasilitas untuk kendaraan antar jemput dalam areal terminal; g. pemakaian pangkalan mobil barang; h. pemakaian pangkalan kajen IV; i. pemakaian mobil derek; j. pemakaian pul kendaraan; k. pemakaian tempat pencucian kendaraan bermotor; l. jasa kepelabuhanan, kenavigasian dan perkapalan; m. jasa pelayanan perhubungan udara; n. jasa pelayanan angkutan jalan rel; o. jasa pelayanan angkutan sungai, danau dan penyeberangan; p. izin usaha angkutan; q. izin trayek angkutan; r. izin operasi angkutan; s. izin pengusahaan jasa titipan; t. perizinan jasa telekomunikasi u. perizinan jasa multimedia; v. perizinan jasa penunjang penyelenggaraan telekomikasi; w. perizinan perhubungan laut; x. penerbitan rekomendasi perhubungan laut; y. penetapan daerah lingkungan kerja dan lingkungan kepentingan pelabuhan; z. perizinan perhubungan udara; aa. perizinan angkutan jalan rel bb. perizinan angkutan sungai, danau dan penyeberangan. (2) Pelayanan Perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf e, huruf h, huruf k, huruf m, huruf n, dan huruf p sampai dengan huruf bb dipungut retribusi dengan menggunakan sarana pemungutan berupa: a. SKRD; B. SKRD Jabatan; c. SKFRD Tambahan. (3) Pelayanan Perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf j, dan huruf l, dipungut retribusi dengan menggunakan sarana pemungutan berupa karcis atau sarana khusus yang diolah dengan menggunakan perangkat elektronik/cetakan (prin out) komputer. (4) Pelayanan Perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf i dan huruf o dipungut retribusi dengan menggunakan sarana pemungutan berupa SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan dan/atau berupa karcis atau sarana khusus yang diolah dengan menggunakan perangkat elektronik/ cetakan (prin out) komputer. (5) Pelayanan Perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf p pemungutan retribusi- nya dilakukan terhadap izin usaha baru. (6) Terhadap Pelayanan Perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang pelayanannya belum diatur dalam peraturan Gubernur ini dan belum dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan, tetapi tarif retribusinya sudah ditetapkan, pemungutan retribusinya ditangguhkan sampai memiliki dasar hukum dan kewenangan yang pasti. BAB III PENGADAAN, PENGESAHAN DAN PENDISTRIBUSIAN SARANA PEMUNGUTAN Pasal 3 (1) Rencana kebutuhan sarana pemungutan berupa SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan dan STRD dari Subdis, dan UPT disampaikan oleh Dinas Perhubungan kepada Dinas Pendapatan Daerah. (2) Pengadaan sarana pemungutan retribusi daerah berupa SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan dan STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah. (3) Penggunaan sarana pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sah setelah dilegalisasi oleh Dinas Pendapatan Daerah. (4) Dinas Pendapatan Daerah selanjutnya mendistribusikan sarana pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan permohonan kebutuhan Dinas Perhubungan. Pasal 4 (1) Rencana kebutuhan dokumen yang dipersamakan berupa karcis atau sarana khusus dan yang diolah dengan menggunakan perangkat elektronik dari Subdis dan UPT disampaikan oleh Dinas Perhubungan kepada Dinas Pendapatan Daerah. (2) Pengadaan dokumen yang dipersamakan berupa karcis atau sarana khusus dan yang diolah dengan menggunakan perangkat elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan. (3) Penggunaan dokumen yang dipersamakan berupa karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sah setelah dilegalisasi oleh Dinas Pendapatan Daerah. (4) Penggunaan dokumen yang dipersamakan dengan menggunakan perangkat elektronik berupa cetakan (print out) komputer dinyatakan sah dengan syarat memenuhi: a. nama Dinas Perhubungan; b. nilai nominal; c. nomor urut tanggal transaksi dan/atau peraturan daerah. (5) Pendistribusian dokumen yang dipersamakan berupa karcis an cetakan (print out) komputer dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan. BAB V PEMUNGUTAN Bagian Kesatu Pendaftaran dan Pendataan Pasal 5 (1) Dinas Perhubungan dan UPT Dinas Perhubungan wajib melakukan pendataan terhadap obyek dan subyek retribusi sebagai data awal yang disusun dalam bentuk data induk. (2) Data induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari pendaftaran pelayanan Wajib Retribusi dan/atau hasil pandataan lapangan. (3) UPT Dinas Perhubungan wajib menyampaikan hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dinas Perhubungan secara periodik setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. (4) Berdasarkan hasil pendataan obyek dan subyek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya ditetapkan potensi penerimaan retribusi Dinas Perhubungan. Pasal 6 (1) Data induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) wajib dilakukan pemutakhiran data secara periodik setiap tahun. (2) Hasil pemutakhiran data induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Dinas Perhubungan kepada Dinas Pendapatan Daerah paling lambat akhir semester 1 (satu) tahun berikutnya. (3) Hasil pemutakhiran data induk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar perhitungan rencana penerimaan retribusi Dinas Perhubungan. Bagian Kedua Penetapan Pasal 7 Penetapan besarnya Retribusi dengan menggunakan SKRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Wajib Retribusi harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Perhubungan untuk mendapatkan jasa pelayanan perhubungan. b. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, petugas Dinas Perhubungan selanjutnya melakukan perhitungan besarnya retribusi daerah terutang menurut tarif sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah dan dituangkan dalam nota perhitungan. c. Nota perhitungan sebagaimana dimaksud pada huruf b, diajukan kepada Kepala Dinas Perhubungan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapat persetujuan. d. Berdasar nota perhitungan yang telah disetujui Kepala Dinas Perhubungan atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada huruf c, Dinas Perhubungan atau UPT selanjutnya menerbitkan SKRD. Pasal 8 (1) SKRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d terdiri dari 5 (lima) rangkap dengan rincian sebagai berikut: a. Lembar ke-1 (putih), ke-2 (kuning), ke-3 (merah) dan ke-4 (hijau) disampaikan kepada Wajib Retribusi sebagai alat untuk membayar retribusi. b. Lembar ke-5 (biru) sebagai pertinggal pada Dinas Perhubungan untuk alat kendali pembayaran. (2) Jatuh tempo pembayaran Retribusi terutang yang tertera pada SKRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d adalah 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak tanggal diterbitkan SKRD. (3) Apabila jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur maka pembayaran paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya Pasal 9 Penetapan besarnya retribusi dengan menggunakan SKRD Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, ternyata Wajib Retribusi tidak menyampaikan permohonan jasa pelayanan. b. Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, petugas Dinas Perhubungan melakukan perhitungan besarnya retribusi yang seharusnya dibayar. c. Perhitungan besarnya retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada huruf b ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratur persen) dari jumlah pokok retribusi terutang. d. Perhitungan dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dituangkan dalam nota perhitungan. e. Nota perhitungan sebagaimana dimaksud pada huruf d harus diajukan kepada kepala Dinas Perhubungan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapat persetujuan. f. Berdasarkan nota perhitungan yang telah disetujui sebagaimana pada huruf e Kepala Dinas Perhubungan atau pejabat yang ditunjuk selanjutnya menerbitkan SKRD Jabatan. Pasal 10 (1) SKRD Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f terdiri dari 5 (lima) rangkap, dengan rincian sebagai berikut : a. Lembar ke-1 (putih), ke-2 (kuning), ke-3 (merah) dan ke-4 (hijau) disampaikan kepada Wajib Retribusi sebagai alat untuk membayar retribusi. b. Lembar ke-5 (biru) sebagai pertinggal pada Dinas Perhubungan untuk alat kendali pembayaran. (2) Jatuh tempo pembayaran retribusi terutang yang tertera pada SKRD Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f adalah 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak tanggal diterbitkan SKRD Jabatan. (3) Apabila jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur maka pembayaran paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pasal 11 Penetapan besarnya retribusi dengan menggunakan SKRD Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan retribusi terutang menjadi lebih besar dan yang ditetapkan semula. b. Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a petugas Dinas Perhubungan melakukan perhitungan besarnya retribusi atas data baru dan/atau data yang semula belum terungkap. c. Perhitungan besarnya retribusi terutang ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pokok retribusi terutang. d. Perhitungan dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dituangkan dalam nota perhitungan. e. Nota Perhitungan sebagaimana dimaksud pada huruf d harus diajukan kepada Kepala Dinas Perhubungan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapat persetujuan. f. Berdasarkan nota perhitungan yang telah disetujui sebagaimana dimaksud pada huruf e Kepala Dinas Perhubungan atau pejabat yang ditunjuk selanjutnya menerbitkan SKRD Tambahan. Pasal 12 (1) SKRD Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf f terdiri dari 5 (lima) rangkap, dengan rincian sebagai berikut : a. Lembar ke-1 (putih), ke-2 (kuning), ke-3 (merah) dan ke-4 (hijau) disampaikan kepada Wajib Retribusi sebagai alat untuk membayar retribusi. b. Lembar ke-5 (biru) sebagai pertinggal pada Dinas Perhubungan sebagai alat kendali pembayaran. (2) Jatuh tempo pembayaran retribusi terutang yang tertera pada SKRD Tambahan sebagaimana dimaksud Pasal 11 huruf f adalah 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak tanggal diterbitkan SKRD Tambahan. (3) Apabila jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur maka pembayaran paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pasal 13 Penetapan besarnya retribusi dengan menggunakan karcis atau cetakan (print out) komputer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan secara lisan atau tertulis kepada Kepala Dinas Perhubungan atau Kepala UPT untuk mendapatkan persetujuan. b. Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, berlaku khusus untuk rombongan. c. Berdasarkan permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf b, selanjutnya diajukan kepada Kepala Dinas Perhubungan atau pejabat yang ditunjuk untuk mendapat persetujuan. d. Terhadap persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, Dinas Perhubungan menyerahkan karcis. e. Nilai nominal yang tertera pada karcis berfungsi sama dengan ketetapan. Bagian Ketiga Pembayaran dan Penyetoran Pasal 14 (1) Pembayaran retribusi dengan menggunakan SKRD/SKRD Jabatan/ SKRD Tambahan dilakukan pada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk. (2) Jasa pelayanan diberikan stelah Wajib Retribusi memperlihatkan SKRD/SKRD Jabatan/ SKRD Tambahan yang telah dibayar lunas dan telah divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas daerah. (3) Tempat lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan diatur tersendiri dengan Keputusan Gubernur. (4) Dalam hal pembayaran retribusi dilakukan pada tempat lain yang ditunjuk maka jasa pelayanan diberikan setelah Wajib Retribusi memperlihatkan SKRD/SKRD Jabatan/ SKRD Tambahan yang telah dibayar lunas dan telah divalidasi oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah. Pasal 15 (1) Penyetoran hasil penerimaan retribusi dengan menggunakan karcis atau sarana khusus yang diolah dengan menggunakan perangkat elektronik dilakukan oleh bendahara penerimaan/bendahara penerimaan pembantu paling lambat 1x24 jam sejak saat diterimanya uang retribusi dari Wajib Retribusi secara bruto kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah. (2) Penyetoran hasil penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan sarana pemungutan berupa STSRD dalam rangkap 3 (tiga) dengan rincian sebagai berikut : a. Lembar ke-1 (putih) untuk Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu. b. Lembar ke-2 (kuning) untuk Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah. c. Lembar ke-3 (merah) untuk Biro Keuangan. (3) Khusus untuk penyetoran penerimaan retribusi yang berasal dari Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, dengan pertimbangan letak geografisnya dapat dilakukan paling lama 2 x 24 jam terhitung sejak saat diterimanya uang retribusi dari Wajib Retribusi. (4) Khusus dalam hal penerimaan retribusi yang diterima di luar jam kerja dan/atau hari libur, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. BAB V PENAGIHAN Pasal 16 (1) Dinas Perhubungan dan UPT wajib : a. menyampaikan surat pemberitahuan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam SKRD; b. menyampaikan surat peringatan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam SKRD Jabatan/ SKRD Tambahan, apabila Wajib Retribusi tidak melaksanakan kewajiban membayar retribusi terutang; c. menyampaikan surat teguran paling lama 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran, apabila Wajib Retribusi tidak melaksanakan kewajiban membayar retribusi terutang setelah disampaikan surat peringatan. (2) Wajib Retribusi harus melunasi retribusi terutang paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterbitkan. Pasal 17 (1) Penerbitan surat peringatan dan surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dan c dengan rincian sebagai berikut : c. Lembar ke-1 (putih) untuk Wajib Retribusi. d. Lembar ke-2 (kuning) untuk Dinas Perhubungan. e. Lembar ke-3 (merah) untuk Dinas Pendapatan Daerah. (2) Apabila berdasarkan surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, hutang retribusi belum dibayar, maka dalam tempo paling lama 7 (tujuh) hari Dinas Perhubungan wajib menerbitkan STRD. (3) STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat perhitungan jumlah pokok retribusi terutang ditambah dengan sanksi bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dan/atau denda yang harus dibayar lunas paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkan STRD. (4) Apabila Wajib Retribusi tidak melunasi retribusi terutang sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka wajib retribusi dinyatakan telah merugikan keuangan daerah dan akan diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 18 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kadaluwarsa, dilakukan setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi. (2) Saat terutangnya retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak STRD diterbitkan. (3) Terhadap retribusi yang tidak tertagih, Kepala Dinas Perhubungan wajib membuat pertanggung- jawaban terhadap piutang retribusi yang tidak tertagih, sehingga mengakibatkan kadaluwarsa penagihan. (4) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa : a. kronologis yang memuat pelaksanaan pemungutan piutang retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3); b. daftar umur piutang retribusi; c. surat keterangan yang menyangkut keberadaan Wajib Retribusi; d. keterangan lain yang diperlukan sebagai pertanggungjawaban terjadinya kadaluwarsa penagihan. (5) Penetapan kadaluwarsa penagihan oleh Kepala Dinas Perhubungan di bahas bersama instansi terkait dan dituangkan dalam Berita Acara. (6) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai usulan Dinas Perhubungan kepada Gubernur untuk penghapusan piutang Retribusi. (7) Tata Cara penghapusan piutang retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) akan diatur dengan peraturan Gubernur. BAB VII PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Bagian Kesatu Pembetulan Pasal 19 (1) SKRD/ SKRD Jabatan/ SKRD Tambahan yang terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dapat dilakukan pembetulan. (2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas dasar permohonan atau tanpa adanya permohonan dari Wajib Retribusi. (3) Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Kepala Dinas Perhubungan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterbitkannya SKRD/SKRD Jabatan/ SKRD Tambahan STRD dengan memberikan alasan yang jelas. (4) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Kepala Dinas Perhubungan didasar- kan atas hasil rapat internal yang dituangkan dalam berita acara pembetulan. (5) Berdasarkan berita acara pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Dinas Perhubungan membuat Surat Keputusan Pembetulan dan menerbitkan SKRD/SKRD Jabatan/SKPD Tambahan/STRD sebagai pengganti yang salah tulis dan/atau salah hitung. (6) Terhadap lembar SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD yang salah tulis dan/atau salah hitung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dicatat sebagai pengurangan atas persediaan sarana pemungutan yang masih ada. Bagian Kedua Pembatalan Pasal 20 (1) Pembatalan SKRD dapat dilakukan apabila telah melampaui jatuh tempo pembayaran dan sepanjang belum diberikan pelayanan. (2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas permohonan atau tanpa permohonan dari Wajib Retribusi, didahului dengan rapat internal Dinas Perhubungan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara rapat. (3) Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar penerbitan surat keputusan Pembatalan SKRD yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Perhubungan. (4) SKRD yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat sebagai pengurangan atas persediaan sarana pemungutan yang masih ada. Bagian Ketiga Pengurangan Ketetapan Pasal 21 (1) Kepala Dinas Perhubungan dapat memberikan pengurangan ketetapan retribusi akibat adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dengan atau tanpa permohonan dan Wajib Retribusi. (2) Pengurangan ketetapan retribusi akibat adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dengan atau tanpa permohonan dan Wajib Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan rapat internal Dinas Perhubungan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara rapat. (3) Berita acara hasil rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dasar diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan retribusi akibat adanya kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dengan atau tanpa permohonan dari Wajib Retribusi dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Perhubungan. Bagian Keempat Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi Pasal 22 (1) Terhadap SKRD Jabatan dan SKRD Tambahan yang terlambat dibayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan. (2) Terhadap sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penagihan- nya dilakukan dengan menggunakan STRD yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Perhubungan. (3) Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Retribusi atau bukan karena kesalahannya. (4) Penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan rapat internal Dinas Perhubungan yang dituangkan dalam berita acara rapat. (5) Berita acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan dasar penerbitan Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Perhubungan. (6) Dalam hal isi Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), berupa pengurangan, Kepala Dinas Perhubungan selanjutnya menerbitkan STRD baru. (7) STRD yang telah diganti sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dicatat sebagai pengurangan atas persediaan sarana pemungutan yang masih ada. BAB VIII PEMBUKUAN DAN PELAPORAN Pasal 23 (1) Dinas Perhubungan membukukan semua SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD karcis dan cetakan (print out) komputer menurut golongan, jenis dan ruang lingkup retribusi. (2) SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dengan memuat paling kurang : a. nama dan alamat obyek dan subyek retribusi; b. nomor dan tanggal SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan; c. tanggal jatuh tempo; d. besarnya ketetapan pokok retribusi dan sanksi administrasi; e. jenis retribusi; f. jumlah pembayaran. (3) STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dengan memuat paling kurang : a. tanggal penerbitan STRD; b. Nomor STRD; c. alamat obyek dan subyek retribusi; d. besarnya pokok retribusi yang terhutang dan sanksi administrasi. (4) Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan dengan memuat paling kurang : a. jenis, nomor seri; b. tanggal pengambilan dari dipenda; c. tangal penggunaan; d. jumlah yang digunakan berdasarkan jenis, dan nomor seri; e. nilai nominal. (5) Sarana khusus yang diolah dengan menggunakan perangkat elektronik cetakan (print out) komputer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling kurang : a. nama Dinas Perhubungan; b. nilai nominal; c. nomor dan tanggal/tahun Perda Retribusi Daerah; d. jenis retribusi. Pasal 24 (1) Dinas Perhubungan melaporkan paling lambat setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Pendapatan Daerah dengan tembusan kepada Badan Pengawasan Daerah tentang : a. Jumlah ketetapan retribusi perhubungan beserta sanksi yang tercantum dalam SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan STRD yang memuat rincian : 1) nama dan alamat obyek dan subyek retribusi 2) jenis retribusi; 3) nomor dan tanggal SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan/STRD; 4) tanggal jatuh tempo; 5) besar ketetapan dan sanksi; 6) jumlah pembayaran. b. Jumlah uang retribusi yang diterima oleh Bendahara Penerimaan berdasarkan karcis yang memuat rincian : 1) jenis retribusi; 2) nama dan nomor seri serta nilai nominal; 3) jumlah uang yang diterima dan disetor ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah; 4) stock. c. Jumlah uang retribusi yang diterima oleh Bendahara Penerimaan berdasarkan cetakan (print out) komputer yang memuat rincian : 1) jenis retribusi; 2) nama, nomor seri serta nilai nominal; 3) jumlah uang yang diterima dan disetor ke Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah. (2) Dalam hal pembayaran retribusi pelayanan perhubungan dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka tempat yang ditunjuk tersebut harus melaporkan kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah paling lambat 7 (tujuh) hari setelah uang retribusi diterima. (3) UPT pada Dinas Perhubungan melaporkan seluruh hasil penerimaan retribusi paling lambat tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya ke Dinas Perhubungan. (4) Dinas Perhubungan melaporkan hasil penerimaan retribusi paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Pendapatan Daerah dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Daerah dan Kepala Biro Keuangan. (5) Bendahara Penerimaan pada Dinas Perhubungan dengan diketahui Kepala Dinas Perhubungan menyampaikan pertanggungjawaban seluruh penerimaan uang retribusi yang dipungut dengan menggunakan karcis atau sarana khusus yang diolah dengan menggunakan perangkat elektronik kepada Gubernur dalam hal ini Kepala Biro Keuangan paling lambat setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. BAB IX PEMERIKSAAN Pasal 25 (1) Pemeriksaan secara teknis untuk pemenuhan kewajiban pembayaran retribusi terutang yang tercantum dalam SKRD/SKRD Jabatan/SKRD Tambahan dan STRD dilakukan petugas Dinas Perhubungan yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Perhubungan. (2) Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai pedoman pemeriksaan yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemeriksaan secara fungsional terhadap pelaksanaan pemungutan retribusi dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB X PENGENDALIAN, EVALUASI DAN PELAPORAN Pasal 26 (1) Pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan Gubernur ini dilakukan oleh Kepala Dinas Perhubungan. (2) Terhadap kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan evaluasi setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan. (3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku maka Keputusan Gubernur Nomor 131 Tahun 2000 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Keputusan Gubernur Nomor 24 Tahun 2001 tentang Petunjuk Teknis Pemungutan Retribusi Terminal Angkutan Jalan, di cabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 28 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 6 Juni 2007 GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA, ttd. SUTIYOSO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 15 Juni 2007 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA ttd. RITOLA TASMAYA NIP 140091657 BERITA DAERAH PROVINSI DKI TAHUN 2007 NOMOR 81.