DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 Juli 1996 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 116/PJ.32/1996 TENTANG PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PPN TAHUN 1975 S/D 1981 A.N. PT.HARAPAN MOTOR SAKTI INDUSTRY COMPANY DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 29 Mei 1996 perihal tersebut pada pokok surat, bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara. dinyatakan bahwa : a. PT. XYZ telah melakukan pembayaran atas Ketetapan Tagihan Tambahan Pajak Penjualan untuk Tahun 1975,1976,1977,1978,1980 dan 1981 sebesar Rp. 8.171.889.774,71. Atas ketetapan Tagihan tersebut telah diajukan banding ke Majelis Pertimbangan Pajak. b. MPP dalam putusannya membatalkan Ketetapan Tagihan Tambahan Pajak Penjualan Tahun 1975,1976,1977,1978 dan menolak permohonan banding atas Ketetapan Tagihan Tambahan Tahun 1980 dan 1981. Atas permohonan banding yang ditolak oleh Majelis Pertimbangan Pajak tersebut, PT. XYZ mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, gugatan PT. XYZ dikabulkan. Atas putusan pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut, Majelis Pertimbangan Pajak mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan dalam putusannya Mahkamah Agung menolak kasasi Majelis Pertimbangan Pajak. c. Putusan Majelis Pertimbangan Pajak yang telah membatalkan Ketetapan Tagihan Tambahan dan putusan Mahkamah Agung yang telah menolak kasasi, mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak. Oleh karena itu PT. XYZ mengajukan permohonan kompensasi dengan pajak yang terutang dan atas sisanya dapat dikembalikan. d. Terhadap putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi Majelis Pertimbangan Pajak tersebut, Saudara menanyakan apakah restitusi yang diminta oleh PT. XYZ dapat diberikan, atau masih terdapat upaya hukum lain yang akan ditempuh oleh Direktorat Jenderal Pajak. 2. Sesuai ketentuan Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983, pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak. 3. Berdasarkan uraian tersebut di atas disampaikan penjelasan sebagai berikut : a. Ketetapan Tagihan Tambahan Pajak Penjualan untuk Tahun 1975,1976,1977 dan 1978 yang telah dibatalkan oleh putusan Majelis Pertimbangan Pajak, mengakibatkan jumlah pajak yang tercantum dalam Ketetapan Tagihan Tambahan tersebut menjadi batal atau nihil. Apabila ketetapan pajak yang telah dibatalkan tersebut telah dibayar, maka akan terjadi kelebihan pembayaran pajak. Oleh karena itu atas kelebihan tersebut dapat dikompensasikan dengan utang pajak dan sisanya dimintakan pengembalian. b. Putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi Majelis Pertimbangan Pajak, berarti putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang menyatakan membatalkan putusan Majelis Pertimbangan Pajak tetap dipertahankan oleh Mahkamah Agung. Karena yang dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara adalah putusan Majelis Pertimbangan Pajak, maka sepanjang Majelis Pertimbangan Pajak belum membatalkan putusannya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak belum dapat membatalkan Ketetapan Tagihan Tambahan Pajak Penjualan Tahun 1980 dan 1981. Dengan demikian restitusi yang diminta oleh PT. XYZ sehubungan dengan telah dibayarnya Ketetapan Tagihan Tambahan Tahun 1980 dan 1981 belum dapat diberikan. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN ttd ABRONI NASUTION