DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 5 September 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 826/PJ.323/2005 TENTANG PERMOHONAN PENJELASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI IMPOR YANG MENDAPAT FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK, TIDAK DIPUNGUT PPN DAN PPn BM SERTA PPh PASAL 22 DITANGGUNG PEMERINTAH DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan surat Saudara Nomor : XXX tanggal XXX hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan ilustrasi kasus sebagai berikut : a. PT. XXX mengadakan kerjasama proyek dengan PT. YYY sebagai kontraktor utama untuk pembuatan Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Bengkulu, Bangka Belitung, Sumatera Barat dan Riau. Proyek tersebut dibiayai dengan dana yang berasal dari pinjaman Luar Negeri. Sehingga atas impor barang-barang proyek pemerintah tersebut memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, tidak dipungut PPN dan PPn BM serta PPh Pasal 22 ditanggung oleh Pemerintah. b. YYY mengadakan perjanjian kerjasama subkontrak dengan PT. ABC (PT. ABC) untuk Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Musi. Dalam perjanjian tersebut PT. ABC bertanggung jawab untuk menyediakan peralatan listrik kepada YYY. c. Proses pengadaan peralatan listrik yang dipesan oleh YYY dilakukan dengan mengimpor melalui jasa perusahaan ekspedisi (PT. DEF) yang mengatasnamakan YYY. Dengan memanfaatkan masterlist yang dimiliki XXX atas impor tersebut mendapat fasilitas pembebasan bea masuk, tidak dipungut PPN dan PPn BM serta PPh 22 ditanggung oleh Pemerintah. Penyerahan barang-barang impor tersebut langsung dilakukan oleh perusahaan ekspedisi kepada YYY. Atas impor dan penyerahan peralatan listrik tersebut, YYY menolak untuk dikenakan PPN dengan alasan YYY memiliki masterlist dari Departemen Keuangan. d. Pembayaran jasa kepada preusahaan ekspedisi sudah termasuk jumlah yang ditagihkan PT. ABC kepada pihak YYY, sehingga PT. ABC memperoleh keuntungan dari selisih antara jumlah yang ditagihkan kepada CCC dikurangi jumlah tagihan yang harus dibayar kepada perusahaan jasa ekspedisi. e. Saudara menanyakan apakah atas penyerahan peralatan listrik yang diimpor oleh perusahaan ekspedisi kepada YYY memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, tidak dipungut PPN dan PPn BM serta PPh Pasal 22 ditanggung pemerintah, apabila tidak mendapat fasilitas bagaimana penghitungan pajak terhutang dan Dasar Pengenaan Pajaknya. 2. Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan permasalahan tersebut adalah : A. Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 18 TAHUN 2000 antara lain diatur : 1). Pasal 1 angka 17, Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. 2). Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas : a. huruf a, penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; b. huruf b, impor Barang Kena Pajak; c. huruf c, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; 3). Pasal 16B, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk : a. huruf b, penyerahan barang Kena Pajak tertentu; b. huruf c, impor barang kena pajak tertentu. B. Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2001, antara lain mengatur : 1). Pasal 1, Bea Masuk dan Bea Masuk Tambahan yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dibebaskan. 2). Pasal 2, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut. C. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan KMK nomor 486/KMK.04/2000 antara lain mengatur : 1). Pasal 3 ayat (1), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari Luar Daerah pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut. 2). Pasal 3 ayat (2), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari Luar Daerah pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut hanya atas bagian dari proyek pemerintah yang dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri tersebut. 3). Pasal 8 ayat (1), Atas perolehan BKP dan/atau JKP oleh kontraktor utama yang melaksanakan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri tetap dikenakan PPN dan PPn BM oleh Pengusaha Kena pajak yang menyerahkan BKP dan/atau JKP tersebut. 4). Pasal 8 ayat (2), PPN yang telah dibayar oleh kontraktor utama sehubungan dengan perolehan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran. D. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/1990 tentang Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan atas barang Mewah untuk Kegiatan Usaha di Bidang Impor atas Dasar Inden antara lain mengatur : 1). Pasal 1, Impor atas dasar inden adalah suatu kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean yang dilakukan oleh importir untuk dan atas nama pemesan (Indentor) berdasarkan perjanjian pemasukan barang impor antara importir dengan indentor, yang segala pembiayaan antara lain pembukaan L/C, bea, pajak maupun biaya yang berhubungan dengan impor sepenuhnya menjadi beban indentor dan sebagai balas jasa improtir memperoleh komisi ("handling fee") dari indentor. 2). Pasal 2 ayat (1), Importir yang melakukan impor atas dasar inden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, diwajibkan mencantumkan tambahan penjelasan (q.q) nama, alamat, dan NPWP Indentor pada setiap lembar Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) dan Surat Setoran Pajak (SSP). 3). Pasal 3, Importir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), untuk dan atas nama Indentor wajib melunasi Pajak Penghasilan Pasal 2, Pajak Pertambahan Nilai dan atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 4). Pasal 4 ayat (1) : Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dilunasi oleh Importir yang melakukan impor atas dasar inden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, tidak boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan atau Pajak Keluaran yang terutang dari importir yang bersangkutan. 5). Pasal 4 ayat (2) : Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dilunasi oleh Importir yang melakukan impor atas dasar inden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan atau Pajak Keluaran yang terutang oleh Indentor yang bersangkutan dengan bukti PIUD dan SSP yang telah dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 6). Pasal 5 ayat (1), atas komisi yang diterima importir sebagai pengganti jasa impor atas dasar inden terutang Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan Undang- undang Nomor 8 TAHUN 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988. 3. Berdasarkan ketentuan pada angka 2 serta memeperhatikan isi surat Saudara sebagaimana pada angka 1, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : a. Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak dari PT. ABC sebagai subkontraktor kepada YYY terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar pengenaan Pajak sebesar nilai kontrak dan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tersebut harus dipungut oleh PT. ABC. b. Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan PT. ABC sebagai Kontraktor Utama kepada PT. XXX sebagai pemilik proyek, Pajak Pertambahan Nilai terutang tidak dipungut, sepanjang proyek tersebut tercantum dalam Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP yang dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri. Dalam hal YYY melaksanakan proyek atas dasar turn key, namun barang yang tercantum dalam daftar barang yang akan diimpor (Master List), diimpor oleh dan atas nama pemilik proyek, maka Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak dibuat atas dasar nilai kontrak dikurangi dengan nilai impor atas barang yang PIUD nya atas nama pemilik proyek tersebut. c. Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dari PT. DEF kepada PT. ABC dimana barang tersebut langsung dikirim kepada YYY atas perintah PT. ABC terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar nilai kontrak. d. Dalam hal PT. DEF bertindak sebagai Indentor atas perintah PT. ABC, dan dalam tagihan PT. DEF sudah termasuk nilai impor atas barang keperluan YYY maka atas impor tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai yang merupakan beban dan sekaligus pajak masukan bagi PT. ABC. Demikian untuk dimaklumi. A.n. Direktur Jenderal Direktur, ttd. Herry Sumardjito NIP 060061993 Tembusan : 1. Direktur PPN dan PTLL; 2. Kepala Kanwil DJP Jakarta IV; 3. Kepala KPP Jakarta Cakung Dua.