DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 19 Juni 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 350/PJ.53/2006 TENTANG PPN ATAS PEMBANGUNAN HOTEL DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara dengan Nomor XXX tanggal XXX hal sebagaimana tersebut di atas, dengan ini diberikan penjelaasn sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa PT. ABC meminta penegasan tentang kepastian hak restitusi PPN investasi apabila PPN Masukan lebih besar dari PPN keluaran, mengingat ABC adalah perhotelan yang kewajiban PPN keluarannya hanya dari persewaan toko-toko di hotel. 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000 mengatur antara lain : a. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. b. Pasal 4A ayat (3), bahwa Jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 yang tidak dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini ditetapkan dengan Pearturan Pemerintah. c. Pasal 4A ayat (3) huruf k juncto Pasal 5 huruf k dan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, bahwa jenis jasa di bidang perhotelan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai meliputi Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di Hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel. d. Pasal 9 ayat (2), bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. e. Pasal 9 ayat (2a), bahwa Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suat Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. f. Pasal 9 ayat (4), bahwa Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. g. Pasal 9 ayat (5), bahwa Apabila dalam suatu Masa pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. h. Pasal 9 ayat (8) huruf b, bahwa Pajak Masukan tidak dapat direkditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pegneluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsugn dengan kegiatan usaha. 3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan butir 3 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak pada saat pembangunan hotel tidak dapt dikreditkan karena Pajak Masukan tersebut berasal dari perolehan BKP dan atau JKP yang digunakan utnuk pembangunan hotel dimana penyerahan jasa di bidang perhotelan tidak terutang PPN. b. Dalam hal jumlah perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak untuk pembangunan pertokoan di lingkungan hotel dapat diketahui dengan pasti, maka Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak untuk pembangunan pertokoan di lingkungan hotel dikreditkan karena penyerahan jasa persewaan toko di hotel adalah penyerahan yang terutang PPN. Demikian untuk dimaklumi. a.n. Direktur Jenderal Direktur PPN dan PTLL, ttd. Ichwan Fachruddin NIP 060044568 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Peraturan Perpajakan.