DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 17 Juli 1995  SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 91/PJ.31/1995 TENTANG PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 ATAS BUNGA PINJAMAN LUAR NEGERI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat surat Deputi Kepala XYZ Bidang Pengawasan Khusus Nomor XXX tanggal 28 Maret 1995 dan surat Direktur Utama ABC Nomor XXX tanggal 27 April 1995 kepada Menteri Keuangan yang tembusannya disampaikan kepada kami, keduanya perihal seperti dimaksud pada pokok surat, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Sesuai dengan Pasal 26 huruf b Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 10 TAHUN 1994, bunga termasuk imbalan karena jaminan pengembalian utang yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, badan usaha milik negara dan daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun atau oleh Wajib pajak dalam negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri, dipotong pajak yang bersifat final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan. 2. Dalam hal bunga dibayarkan kepada kreditur luar negeri yang berdomisili di negara yang mengadakan Perjanjian Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, maka ketentuan P3B berlaku sebagai ketentuan spesialis terhadap undang-undang Pajak. Dalam hal kreditur di luar negeri menggunakan alamat di negara yang mengadakan P3B dengan Indonesia, tetapi kreditur tersebut berdomisili atau bertempat kedudukan di negara yang tidak mengadakan P3B dengan Indonesia, maka berlaku tarif PPh Pasal 26 sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 10 TAHUN 1994. 3. Berdasarkan P3B antara Indonesia dengan Amerika Serikat (USA) yang mulai berlaku efektif tahun 1991, perlakuan Pajak Penghasilan atas bunga adalah : a. Pemotongan PPh Pasal 26 atas bunga hanya dapat dilakukan apabila bunga yang dibayarkan dianggap berasal dari Indonesia, yaitu bunga tersebut dibayar atau membebani keuangan pemerintah Indonesia atau perusahaan atau penduduk di Indonesia. b. besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 26 atas bunga adalah 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto yang dibayarkan atau terutang. 4. Berdasarkan uraian di atas maka atas bunga yang dibayar atau terutang oleh Konsortium/PERTAMINA kepada kreditur yang berdomisili di Amerika Serikat dipotong PPh Pasal 26 sebagai berikut : 4.1. Tahun 1990, sebelum berlakunya P3B antara Indonesia dengan Amerika Serikat : a. Bunga yang dibayarkan atau terutang dalam tahun 1990 wajib dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto. b. Apabila PPh Pasal 26 atas Bunga ditanggung oleh Konsortium/ PERTAMINA maka pemotongan PPh Pasal 26 menggunakan tarif yang di gross up sebesar : ( 100 ) ---------- x 20% = 25% dari jumlah bruto bunga 100 - 20 4.2. mulai tahun 1991 setelah berlakunya P3B antara Indonesia dengan Amerika Serikat : a. Berdasarkan P3B antara Indonesia dengan Amerika Serikat atas bunga yang dibayar atau terutang dalam tahun 1991 atau selanjutnya wajib dipotong PPh Pasal 26 sebesar 15% dari jumlah bruto bunga. b. Apabila Pajak Penghasilan Pasal 26 atas bunga tersebut ditanggung oleh pemberi hasil maka tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 menggunakan tarif yang di gross-up menjadi ( 100 ) ---------- x 15% = 17,64% dari jumlah bruto bunga 100 - 15 Demikian untuk dimaklumi DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd. FUAD BAWAZIER