DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 15 April 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 206/PJ.42/2003 TENTANG PENEGASAN ATAS PEMBEBANAN BIAYA SEHUBUNGAN DENGAN ADANYA PENGHASILAN YANG MERUPAKAN OBJEK PAJAK DAN PENGHASILAN YANG BUKAN MERUPAKAN OBJEK PAJAK PADA PT. XYZ DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 04 April 2002 perihal pembebanan biaya sehubungan dengan penghasilan yang merupakan obyek PPh dan yang bukan merupakan obyek PPh, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa: a. KPP Jakarta Setiabudi Dua sedang melakukan pemeriksaan terhadap PT. XYZ untuk tahun pajak 1996 sampai dengan 2001. PT. XYZ mempunyai sumber penghasilan yang terdiri atas penghasilan yang merupakan obyek pajak penghasilan dan penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak penghasilan berupa dividen yang kepemilikannya diatas 25%; b. PT. XYZ melakukan pemisahan pencatatan antara penghasilan yang merupakan obyek pajak penghasilan dan penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak penghasilan; c. Terdapat biaya dan keuntungan atas penjualan investasi; d. Berdasarkan hal tersebut Saudara mohon penegasan dalam menghitung pembebanan biaya yang terjadi dalam tahun pajak 1996 sampai dengan 2001, yaitu: - Apakah harus dihitung secara proporsional sesuai perbandingan antara penghasilan yang merupakan obyek pajak penghasilan dengan penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak penghasilan atau dapat dibebankan sesuai Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh; - Apakah atas biaya dan keuntungan atas penjualan investasi dapat diakui menurut peraturan perpajakan. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 dan Penjelasannya, antara lain diatur: Pasal 6 ayat (1): Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Obyek Pajak. Pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dibebankan sebagai biaya. 3. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan bahwa: a. Pada prinsipnya apabila terdapat penghasilan yang merupakan Objek Pajak dan penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, maka penentuan besarnya biaya yang dapat dibebankan dihitung dengan memisahkan antara biaya yang benar-benar digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak dan biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak. Apabila cara tersebut tidak dimungkinkan karena kesulitan dalam pemisahannya, maka penentuan besarnya biaya dilakukan secara proporsional sesuai perbandingan antara penghasilan yang merupakan Objek Pajak dengan penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak; b. Sepanjang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, biaya dan keuntungan yang timbul karena penjualan investasi merupakan biaya dan keuntungan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan. Demikian penegasan kami harap maklum. DIREKTUR, ttd SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN