DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 11 Juni 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 313/PJ.42/2003 TENTANG PENEGASAN ATAS KEUNTUNGAN DARI SELISIH KURS MATA UANG ASING DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 03 Juni 2003 perihal Permohonan Penegasan atas Surat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor S-296/PJ.42/2003 Tentang Penegasan atas Keuntungan dari Selisih Kurs Mata Uang Asing, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara dikemukakan bahwa : a. PT XYZ telah mengajukan surat nomor XXX tanggal 25 Maret 2003 perihal Permohonan Penegasan atas Keuntungan dari Selisih Kurs dari Mata Uang Asing dan telah mendapat jawaban dari Direktorat Jenderal Pajak dengan surat nomor S-296/PJ.42/2003 tanggal 29 Mei 2003. b. Saudara memohon penegasan lebih lanjut mengenai apakah selisih kurs yang timbul dari pokok pinjaman dan bunga dalam mata uang asing yang dipergunakan untuk : - membeli gedung yang akan disewakan; - membeli gedung yang akan dijual kembali secara strata title; - investasi saham perusahaan publik dan non publik; merupakan pendapatan/biaya yang berkaitan langsung atau tidak dengan penghasilan yang merupakan obyek pajak yang dikenakan PPh Final. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 diatur antara lain : Pasal 4 ayat (1) huruf l Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk antara lain keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. Pasal 4 ayat (3) huruf f Yang tidak termasuk Objek Pajak adalah antara lain dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : 1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2) bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut; Pasal 6 ayat (1) huruf e Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi antara lain kerugian dari selisih kurs mata uang asing. 3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 TAHUN 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan Atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 TAHUN 2002 antara lain diatur bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dipotong atau dibayar sendiri Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final. 4. Berdasarkan Pasal 4 huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 138 TAHUN 2000 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, diatur bahwa pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk antara lain biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. 5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dapat diberikan penegasan sebagai berikut: a. Penghasilan Wajib Pajak yang berasal dari persewaan gedung merupakan objek pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan secara final sebagaimana dimaksud pada butir 3 di atas. b. Penghasilan Wajib Pajak yang berasal dari penjualan gedung secara strata title merupakan objek pajak yang dikenakan PPh sesuai ketentuan umum. c. Penghasilan Wajib Pajak berupa dividen yang berasal dari investasi saham perusahaan publik dan non publik, bukan merupakan Objek Pajak sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-undang PPh sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas. d. Atas keuntungan/kerugian selisih kurs yang timbul dari pokok pinjaman dalam mata uang asing merupakan penghasilan/biaya yang tidak berkaitan langsung dengan penghasilan yang merupakan objek pajak yang dikenakan PPh secara final sehingga diakui sebagai penghasilan atau dibebankan sebagai biaya berdasarkan ketentuan umum. e. Atas keuntungan/kerugian selisih kurs yang timbul dari bunga pinjaman dalam mata uang asing merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c, sehingga yang dapat dibebankan sebagai biaya sesuai ketentuan umum adalah sebesar proporsi penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir b di atas terhadap seluruh penghasilan. Demikian penegasan kami harap maklum. DIREKTUR, ttd SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN