DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 29 Mei 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 673/PJ.51/2001 TENTANG PERMOHONAN PEMBEBASAN PAJAK ATAS IMPOR MESIN BEKAS UNTUK STM/SMK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxxxxxxx tanggal 4 April 2001 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara secara garis besar mengemukakan bahwa : Dengan surat nomor xxxxxxx tanggal 8 Desember 2000 Saudara mengajukan permohonan impor barang modal bukan baru kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perindustrian Dan Perdagangan. Atas dasar permohonan Saudara, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perindustrian Dan Perdagangan mengijinkan impor dimaksud dengan suratnya nomor 3938/DIM-I/XII/2000 tanggal 21 Desember 2000. Dalam surat tersebut sekaligus Saudara memohon diberikan keringanan pembebasan Pajak atas pemasukan mesin bekas tersebut, yang akan dipergunakan untuk keperluan belajar/mengajar dan bukan untuk keperluan lain, diperkuat dengan surat Kepala Bidang Dikmenjur Departemen Pendidikan Nasional nomor 102/8h/MN/2001 tanggal 15 Januari 2001. 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) a. Sesuai Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 bahwa atas impor Barang Kena Pajak yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan Pabean dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, Pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. b. Sesuai Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 132/KMK.04/1999 tanggal 8 April 1999 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk, dinyatakan sebagai berikut : b.1. Sesuai Pasal 1 ayat (1) bahwa atas impor Barang Kena Pajak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, dan atas impor Barang Kena Pajak yang digolongkan mewah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. b.2. Sesuai Pasal 1 ayat (2) bahwa atas Impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk sesuai Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tetap dipungut. c. Sesuai Pasal 2 huruf i Keputusan Menteri Keuangan Nomor 132/KMK.04/1999 tanggal 8 April 1999 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 jo. butir 1 huruf i Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ. 52/1999 tanggal 14 Mei 1999 bahwa Pajak Penambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut terhadap impor Barang Kena Pajak berupa barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan berdasarkan rekomendasi dari Departemen terkait. d. Surat permohonan Saudara diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dan diterima tanggal 12 April 2001. Sesuai Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001, maka permohonan dimaksud merujuk kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 132/KMK.04/1999 karena diajukan sebelum Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 diberlakukan. 3. Pajak Penghasilan Pasal 22 Dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 5 dan Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tatacara Penyetoran dan Pelaporannya, diatur bahwa dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Penambahan Nilai yaitu barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Adapun pelaksanaan dari pengecualian tersebut dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 4. Berdasarkan butir 2 sampai dengan buiir 3 dengan memperhatikan surat Saudara dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Atas impor mesin bekas yang digunakan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sesuai rekomendasi Kepala Bidang Dikmenjur sepanjang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, maka Pajak Penambahan Nilai yang terutang tidak dipungut. b. Apabila kemudian ternyata mesin yang mendapat fasilitas Pajak Penambahan Nilai yang terutang tidak dipungut dialihkan kepada pihak lain, maka Pajak Penambahan Nilai yang seharusnya terutang harus dibayar kembali ditambah dengan sanksi administrasi berdasarkan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. c. Atas impor mesin bekas yang digunakan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan sesuai rekomendasi Kepala Bidang Dikmenjur dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sepanjang impor tersebut dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Penambahan Nilai. Walaupun demikian, apabila impor tersebut dilakukan oleh importir lain dengan Lembaga Pembinaan Terpadu Industri Kecil dan Dagang Kecil sebagai indentor, maka importir yang bersangkutan diwajibkan terlebih dahulu menyetor PPh Pasal 25 sebesar 15% (lima belas persen) dari handling fee yang diterima. Demikian untuk dimaklumi. Direktur Jenderal ttd. Hadi Poernomo NIP. 060027375 Tembusan : 1. Direktur PPN Dan PTLL 2. Direktur Peraturan Perpajakan 3. Direktur Pajak Penghasilan