DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 23 September 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 867/PJ.52/2005 TENTANG PENYETORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) MASUKAN OLEH PKP PEMBELI DENGAN SURAT SETORAN PAJAK (SSP) TERSENDIRI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal XXX perihal Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masukan Oleh PKP Pembeli dengan Surat Setoran Pajak (SSP) tersendiri, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa mekanisme pengenaan PPN adalah PPN ditanggung oleh pembeli dan disetorkan ke Kas Negara oleh PKP Penjual. Beberapa Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual menyerahkan Barang/Jasa Kena Pajak tanpa PPN. Seringkali walaupun PKP pembeli bersedia menanggung PPN, tetap PKP penjual tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak. Hal ini sangat tidak adil bagi PKP Pembeli, memungut dan menyetorkan PPN. Untuk mengantisipasi sanksi atas hal tersebut, dengan pertimbangan tidak merugikan Negara, PKP Pembeli beritikad baik untuk menyetorkan sendiri PPN masukan pada saat membeli barang dan jasa kena pajak, menggunakan SSP tersendiri. Sesuai uraian di atas mohon penegasan mengenai : a. Apakah PPN kurang dibayar dalam SKPKB PPN, atas pembelian tanpa PPN dalam kasus PKP penjual tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak yang substansinya merupakan PPN Masukan, dapat dikreditkan; b. Apakah PKP Pembeli yang beritikad baik untuk menyetorkan sendiri PPN Masukan dengan menggunakan SSP tersendiri tersebut dapat dibenarkan; c. apabila pernyataan dalam poin b diatas dapat dibenarkan, apakah nilai PPN Masukan tersebut dapat dikreditkan pada PPN Keluaran, mengingat bukti pembayaran PPN Masukan berupa SSP; d. Apabila PPN Masukan tersebut dapat dikreditkan, di bagian mana pelaporannya dalam SPT Masa PPN 1195. 2. Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut : a. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, mengatur bahwa : - Pasal 1 angka 23, Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. - Pasal 1 angka 24, Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak. - Pasal 3A ayat (1), Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan Wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak penjualan Barang Mewah yang terutang. Penjelasan : Pengusaha yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan atau mengekspor Barang Kena Pajak diwajibkan : a. melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. memungut Pajak yang terutang; c. menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang Terutang; d. melaporkan penghitungan Pajak. - Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas : huruf a : penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. huruf c : penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. huruf f : ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. - Pasal 9 ayat (8), Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk : a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Jasa tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; e. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; f. perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); g. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 (6); h. perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan Pajak; i. perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. - Pasal 13 ayat (1), Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c. - Pasal 13 ayat (6), Direktur Jenderal pajak dapa menetapkan dokumen tertentu sebagai Faktur Pajak. - Pasal 14 ayat (1), Orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dilarang membuat Faktur Pajak. b. Pasal 33 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah dengan Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan yang mengatur bahwa Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak sepanjang tidak dapat menunjukan bukti bahwa pajak telah dibayar. c. Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-522/PJ/2000 Tentang Dokumen- Dokumen Tertentu Yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-312/PJ./2001, antara lain mengatur bahwa : Dokumen-dokumen tersebut di bawah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar, yaitu : - Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri Surat Setoran pajak dan atau buku pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk impor Barang Kena Pajak; - Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut; - Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/ DOLOG untuk penyaluran tepung terigu; - Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM; - Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi; - Ticket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri; - Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah pabean; - Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan; - Tanda pembayaran atau kuitansi listrik. 4. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini disampaikan bahwa : a. PPN kurang dibayar dalam SKPKB PPN, atas pembelian tanpa PPN dalam kasus PKP penjual tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak yang substansinya merupakan PPN Masukan tidak dapat dikreditkan. b. PKP pembeli tidak bisa menyetorkan sendiri PPN Masukan dengan menggunakan SSP tersendiri. c. Sehingga atas PPN yang disetor sendiri dengan SSP tidak dapat dikreditkan, karena SSP yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar agar dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarannya adalah SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan Barang Kena pajak tidak berwujud atau Jasa Kena pajak dari luar Daerah pabean. d. Pajak Masukan yang disetor dengan SSP tersebut diisi pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Formulir 1995 B4 Daftar Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Demikian agar Saudara maklum. Direktur, ttd. A. Sjarifuddin Alsah NIP 060044664 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Peraturan Perpajakan.