DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 18 Juli 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 473/PJ.311/2003 TENTANG WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 16 September 2002, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa seorang Wajib Pajak (WP) yang hanya mempunyai 1 (satu) toko tempat usaha yang berbeda lokasi dengan tempat tinggalnya, diwajibkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat usaha untuk membayar PPh Pasal 25 sebesar 2% dari omzet. Hal ini dilakukan berdasarkan: - Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi WP dan Intensifikasi Pajak. - Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-171/PJ./2002 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. - Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ.41/2002 tentang Pelaksanaan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-171/PJ./2002 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Saudara menanyakan: a. Bagaimana WP dapat membuktikan kepada KPP tempat usaha bahwa ia hanya mempunyai satu tempat usaha saja (agar tidak dikukuhkan sebagai WP orang pribadi pengusaha tertentu), apakah cukup dengan surat keterangan dari kecamatan tempat tinggal WP saja?; b. Jika harus dengan surat keterangan dari KPP tempat tinggal WP, apakah WP dapat mengajukan surat permohonan untuk diteliti kepada KPP tempat tinggal WP tersebut untuk membuktikan bahwa ia hanya memiliki satu tempat usaha?; c. Apakah WP yang hanya memiliki satu tempat usaha yang berada di wilayah KPP yang berbeda dengan KPP tempat tinggalnya wajib dikukuhkan sebagai WP orang pribadi pengusaha tertentu?; d. Bagaimana perlakuan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa manajemen/konsultan asing dari negara yang mempunyai tax treaty dengan Indonesia, apakah sesuai dengan tarif tax treaty atau sesuai dengan UU PPh?; e. Bagaimana cara perhitungan PPN PKP Pedagang Eceran (PE) setelah dihapuskannya PKP PE, dan bagaimana jika WP tersebut mendapatkan barang dagangannya dari pedagang non PKP dan non-NPWP sehingga pedagang tersebut tidak mempunyai Faktur Pajak Masukan, apakah pada waktu menjual barang dagangan tersebut tetap terkena PPN 10%?. Pajak Penghasilan: 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur bahwa: a. Pasal 2 ayat (3) huruf a; yang dimaksud Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia b. Pasal 2 ayat (4) yang dimaksud Subjek Pajak luar negeri adalah: - Huruf a; orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. - Huruf b; orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. c. Pasal 23 ayat (1) huruf c; atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang oleh subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh Pasal 21, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto. d. Pasal 26 ayat (1) dan (5), atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan dan bersifat final. 3. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c UU PPh, antara lain diatur sebagai berikut: a. Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah: i. Jasa Manajemen; ii. Jasa Konsultan; b. Besarnya perkiraan penghasilan neto sehubungan dengan imbalan jasa manajemen adalah 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN; c. Besarnya perkiraan penghasilan neto Sehubungan dengan imbalan jasa konsultan adalah 50% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN; d. Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak. 4. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 171/PJ./2002 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, antara lain diatur bahwa: a. Pasal 1; yang dimaksud dengan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang- barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran. b. Pasal 2 ayat (1); Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP bagi setiap tempat usaha/gerai (outlet) di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha/gerai (outlet) tersebut (KPP lokasi) dan di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak (KPP Domisili). Ketentuan ini juga berlaku dalam hal tempat usaha/gerai (Outlet) dan tempat tinggal Wajib Pajak yang bersangkutan berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama. 5. Dalam butir 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ.41/2002 tanggal 25 Juli 2002 tentang Pelaksanaan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-171/PJ./2002 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu, ditegaskan bahwa: a. Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Tertentu menyatakan semata-mata memiliki satu tempat usaha/gerai (outlet), maka Kantor Pelayanan Pajak Domisili berdasarkan hasil pemeriksaan/penelitian memberitahukan hasil pemeriksaan/ penelitian tersebut kepada Kantor Pelayanan Pajak Lokasi untuk mencabut pengukuhan Wajib Pajak yang bersangkutan di Kantor Pelayanan Pajak Lokasi. b. Dalam hal pengukuhan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu di KPP Lokasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum dicabut, tetap diperlakukan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebagaimana diatur dalam KEP-171/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002. 6. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.9/2001 tanggal 7 Nopember 2002 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak, antara lain ditegaskan bahwa: a. Ekstensifikasi Wajib Pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak. b. Intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi DJP, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi. c. Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak, meliputi pemberian NPWP dilokasi usaha, termasuk pengukuhan sebagai PKP, terhadap orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai lokasi usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya; Pajak Pertambahan Nilai: 7. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain diatur sebagai berikut: a. Pasal 3A ayat (1), bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. b. Pasal 9 ayat (1), bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak. c. Pasal 9 ayat (2), bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. 8. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 253/KMK.03/2002 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Dagangan oleh Pedagang Eceran selain yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, antara lain diatur sebagai berikut: a. Pasal 1, bahwa dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan Pedagang Eceran Selain Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah Pengusaha Orang Pribadi atau Badan yang menyelenggarakan pembukuan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaan utamanya adalah melakukan usaha perdagangan dengan cara sebagai berikut: - Menyerahkan Barang Kena Pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, kios, atau dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, atau dengan cara penjualan dari rumah ke rumah; - Menyediakan Barang Kena Pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran tersebut; dan - Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat tunai, dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan tersebut langsung membawa sendiri Barang Kena Pajak yang dibelinya. b. Pasal 2, bahwa atas penyerahan barang dagangan oleh Pedagang Eceran Selain Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari harga jual. c. Pasal 3, bahwa Pedagang Eceran Selain Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, wajib membuat Faktur Pajak, memungut dan menyetor pajak yang terutang, serta melaporkannya pada Surat Pemberitahuan Masa PPN. 9. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dengan ini ditegaskan bahwa: Pajak Penghasilan: a. Dalam hal Wajib Pajak (WP) orang pribadi menyatakan semata-mata hanya memiliki satu tempat usaha/gerai (outlet), maka WP yang bersangkutan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hanya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP (KPP Domisili); b. WP orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas yang telah/terlanjur dikukuhkan sebagai Pengusaha Tertentu, dapat mengajukan permohonan pencabutan NPWP lokasi ke Kantor Pelayanan Pajak Domisili. KPP Domisili berdasarkan hasil pemeriksaan/ penelitian memberitahukan hasil pemeriksaan/penelitian tersebut kepada KPP Lokasi untuk mencabut Pengukuhan WP yang bersangkutan di KPP Lokasi; c. Atas imbalan jasa manajemen/konsultan yang dibayarkan kepada Subjek Pajak dalam negeri atas: 1) Jasa Manajemen, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% x 40% atau 6% (enam persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN; 2) Jasa Konsultan, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% x 50% atau 7,5% (tujuh koma lima persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. d. Atas imbalan jasa manajemen/konsultan yang dibayarkan kepada Subjek Pajak luar negeri penduduk negara baik yang mempunyai Tax Treaty dengan Indonesia maupun tidak mempunyai Tax Treaty adalah sebagai berikut: 1) Dalam hal imbalan jasa manajemen/konsultan tersebut merupakan penghasilan usaha/pekerjaan bebas bagi Subjek Pajak luar negeri yang bersangkutan, maka atas imbalan jasa manajemen/konsultan tersebut hanya dapat dikenakan pajak di Indonesia apabila diperoleh melalui BUT di Indonesia dan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23. Apabila tidak diperoleh melalui BUT di Indonesia maka hak pemajakan ada pada negara domisilinya; 2) Dalam hal imbalan jasa manajemen/konsultan tersebut bukan merupakan penghasilan usaha/pekerjaan bebas, maka atas imbalan jasa manajemen/konsultan tersebut dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai tarif khusus Tax Treaty apabila Tax Treaty yang berlaku mengatur hal tersebut; 3) Dalam hal imbalan jasa manajemen/konsultan tersebut merupakan penghasilan usaha/pekerjaan bebas dan atau dikenakan pajak sesuai tarif khusus Tax Treaty, diperlukan Surat Keterangan Domisili (SKD) dan keterangan jenis penghasilan dari Competent Authority di negara domisili Subjek Pajak luar negeri yang bersangkutan. Apabila tidak ada, maka dapat dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20%. Pajak Pertambahan Nilai: a. PKP Pedagang Eceran selain yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto menghitung PPN yang terutang sesuai dengan ketentuan umum PPN, yaitu memungut PPN sebesar 10% dari harga jual atas penyerahan Barang Kena Pajak dan dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak. b. Apabila barang dagangan diperoleh dari pedagang yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) dan tidak mempunyai NPWP, PKP PE tetap wajib memungut PPN sebesar 10% atas penyerahan Barang Kena Pajak. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR, ttd IGN MAYUN WINANGUN