DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 21 Oktober 1996 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 200/PJ.311/1996 TENTANG PERMOHONAN PEMBEBASAN PPh PASAL 22 IMPOR DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 19 Agustus 1996 perihal tersebut di atas, dengan ini dijelaskan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara, Saudara mengajukan permohonan fasilitas pembebasan PPh Pasal 22 impor bahan baku, bahan pembantu, mesin, peralatan pabrik dan komponen-komponennya sehubungan dengan rencana perusahaan melakukan restrukturisasi. 2. Berdasarkan ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, Menteri Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 3. Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 599/KMK.04/1994 tentang penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, sifat dan besarnya pungutan serta tata cara penyetoran dan pelaporannya sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.04/1995 tanggal 3 April 1995, yang dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah : a. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang pajak penghasilan; b. Impor barang-barang yang dibebaskan dari Bea Masuk yang dilakukan : 1). ke dalam Kawasan Berikat dan Entreport Produksi untuk Tujuan ekspor (EPTE) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2). sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973; 3). sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 133 Tahun 1953 tentang Pembebasan Bea Masuk atas kiriman-kiriman hadiah; 4). untuk tujuan keilmuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sub b Undang-undang Tarif Indonesia, Stbl. 1873 Nomor 35. c. Dalam hal diberikan penangguhan Bea Masuk berdasarkan Pasal 23 Ordonansi Bea, yaitu atas impor barang untuk pameran atau keperluan lainnya yang dipergunakan di Indonesia bersifat sementara, dan setelah keperluan tersebut barang dimaksud di ekspor kembali. Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, sedangkan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan c dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 4. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 47 TAHUN 1994, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak lain apabila : a. dalam suatu tahun pajak Wajib Pajak masih berhak melakukan kompensasi atas kerugian dari tahun-tahun pajak sebelumnya yang jumlahnya lebih besar dari perkiraan penghasilan neto tahun pajak yang bersangkutan. b. Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa dalam suatu tahun pajak tidak akan terutang PPh. 5. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa barang-barang atau komponen yang diimpor oleh PT XYZ tidak termasuk yang dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22. Dengan demikian, permohonan Saudara untuk mendapatkan pembebasan PPh Pasal 22 atas impor bahan baku, bahan pembantu, mesin, peralatan pabrik dan komponen-komponennya dalam rangka restrukturisasi perusahaan, tidak dapat dikabulkan. Namun demikian PT XYZ dapat mengajukan permohonan pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 22 apabila memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 47 TAHUN 1994. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK Pjs. DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN, ttd Drs. MOCH. SOEBAKIR